Thursday 1 April 2010

Makalah Penatua & Diaken

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu persoalan klasik dalam pelayanan penggembalaan adalah rumusan tentang penatua dan diaken yang mengalami pandangan yang beragam. Kalau boleh dikatakan ada tiga pendangan ekstrim dalam menginterpretasi pengajaran tentang penatua dan diaken yaitu:

1) Penatua dan Diaken seperti “ ruling executive”, di mana mereka lebih banyak menjalankan tugasnya seperti seorang eksekutif dan tidak lagi memiliki jiwa pelayan. 2) Penatua dan Diaken seperti “Building and Property Managers” di mana mereka hanya mengurus pembangunan gereja, persoalan administrasi dan tidak lebih dari itu. 3) Penatua dan diaken seperti “ The church Factotums” di mana mereka menangani semua jenis pelayanan mulai dari pembangunan,administrasi,berkhotbah,pekunjungan dan masih banyak lagi sehingga jabatan mereka tidak lagi memiliki keunikan/kekhususan sendiri.[1]

Kemudian persoalan yang lain terjadinya perkembangan gereja yang dipengaruhi oleh perubahan zaman, misalnya menyangkut dengan teori kepemimpinan, kebudayaan, yang berdampak kepada implementasi jabatan penatua dan diaken di gereja. Tidak dapat dipungkiri bahwa merumuskan kembali pengajaran tentang Penatua dan diaken tidaklah mudah. John MacArthur berpendapat bahwa memikirkan kepenatuaan yang alkitabiah merupakan suatu doktrin baru yang menakutkan.[2] Tetapi meskipun demikian bukan berarti hal ini akan dibiarkan begitu saja. Oleh sebab itu penulis mencoba untuk kembali melihat apa yang dikatakan Alkitab menyangkut dengan penatua dan diaken.

Di samping itu juga ada beberapa isu yang tidak kalah dahsyatnya menyangkut dengan gereja-gereja yang tidak menggunakan system kepenatuaan dan diaken, misalnya gereja Baptis di Amerika.[3] Bagaimana Alkitab menjawab isu-isu ini? Apakah system kepenatuaan dan diaken sudah jauh menyimpang dari firman Tuhan? Oleh sebab itu penulis akan berusaha menggali dari firman Tuhan sehubungan denga konsep penatua dan diaken. Tetapi berhubung konsep penatua dan Diaken begitu luas dalam Alkitab, maka penulis membatasinya dengan melihat berdasarkan perspektif pemikiran Rasul Paulus yang dituangkan dalam beberapa tulisannya dan juga pemikiran dan pernyataan Paulus yang dikutip oleh rekan sepelayanannya.

B. Pengertian Penatua dan Diaken

Sebelum lebih jauh memahami apa yang dimaksudkan Paulus ketika berbicara tentang penatua dan diaken, penulis akan membahas lebih dahulu defenisi dari penatua dan diaken.

Penatua

Dalam PL isitilah penatua disebutkan dalam bahasa Ibraninya “Zagen” dapat diterjemahkan “berumur, manusia purba, tua-tua, tertua, orang tua, pria dan wanita, senator’ (Kej 10:21; 25: 23; Ul. 5: 23; I sam 4: 3; I Taw 11: 3). Sehingga dapat diartikan bahwa arti dasar kata penatua dalam konsep PL adalah merujuk kepada orang yang lebih tua atau sudah tua baik pria maupun wanita. [4] Jadi konsep atau defenisi penatua dalam PL mengarah kepada yang lebih tua tua yang telah memiliki banyak pengalaman baik itu dalam keluarga, politik, dan masyarakat.

Dalam PB istilah penatua disebutkan dua kata yaitu “Penatua” dan “penilik”. Kata “penatua” (Yun: Presbuteros/Presbiter; Ing: Elder) yang terdapat dalam I Tim 5: 19; KIs 20: 17; Tit 1:5 diartikan sebagai penatua, orang yang lebih tua atau senior atau Majelis yang beranggotakan orang-orang berumur lanjut. Kata ini muncul 66 kali dalam PB.

Kata penilik jemaat (dalam bahasa Inggris : overseers) berasal dari bahasa Yunani episkopos. Hal ini bisa ditemukan dalam Fil 1:1 : “Dari Paulus dan Timotius, hamba-hamba Kristus Yesus, kepada semua orang kudus di Filipi, dengan para penilik jemaat (episkopoi) dan diaken”. Kemudian dalam I Tim 3: 2a : “Karena itu penilik jemaat (episkopos) haruslah seorang tak bercatat” dan dalam Tit 1: 7a: “Sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat(episkopos) harus tidak bercatat”.

Kata “penilik” (Yun: Episkopos, bishop. Ing: overseer) yang terdapat dalam I Tim 3:1; Fil 1:1; Tit 1: 7a diartikan sebagai seorang pengawas, pimpinan, pelindung. Dalam bahasa Yunani kata ini adalah hasil gabungan dari dua kata, yaitu: “epi” yang berarti “melebihi”, dan kata “skopos” yang berarti “melihat atau mengamati”, memandang dengan tajam, mengawasi” [5] Alexander Strauch mengatakan : In ancient Greek society, the word overseer (episkopos) was a well-known designation of office;it was broadly used to describe any official who acted as superintendent, manager, supervisor, guardian, controller, inspector, or ruler. [6] Jadi istilah ini erat kaitannya dengan dunia kerja atau pemerintahan pada waktu itu.

Di kalangan para teolog istilah penatuan dan penilik menjadi perdebatan tersendiri seperti yang diutarakan oleh David L. Bartlett :

1. Para penilik jemaat dan penatua merupakan orang yang sama. Surat-surat pastoral Paulus barangkali menggunakan pelbagai tradisi yang berbeda, suatu tradisi tentang para penilik jemaat dalam gereja-gereja local dan suatu tradisi tentang para penatua dari mereka yang khususnya mengenakan gaya yang khas dari kewibawaan Paulus.

2. Para penilik jemaat merupakan sebuah subkelompok bagian tertentu dari dewan penatua, terlepas apakah mereka sendiri dipercaya dengan tanggung jawab tertentu atau sebagai anggota ex-officio dari dewan penatua karena kewajiban terpisah mereka sebagai pengawas.

3. Para penilik jemaat berbeda dari para penatua di dalam paguyuban yang dicerminkan di dalam paguyuban yang menjadi tujuan ditulisnya surat Titus.[7]

Zodhiates, dalam karyanya The Complete Word Study Dictionary: New Testament, mendefinisikan kelompok penatua sebagai berikut :

“Para penatua dari gereja-gereja Kristen, para presbiter, yang kepadanya dipercayakan arah dan pemerintahan dari tiap gereja, setara dengan episkopos, penilik jemaat, bishop (Kisah 11:30; 1 Timotius 5:17).” Jadi Zodhiates menyamakan “penatua” dengan penilik jemaat atau bishop (episkopos diterjemahkan dengan istilah itu). Dia memandang istilah “penatua” sebagai rujukan pada wibawa dari jabatan tsb, sementara bishop atau penilik jemaat merujuk pada otoritas dan kewajiban (1 Petrus 2:25; 5:1; 2, 4). Dia mencatat bahwa dalam Filipi 1:1 Paulus menyapa para bishop dan diaken, namun tidak mencantumkan para penatua (karena penatua adalah satu dan sama dengan bishop). Demikian pula 1 Timotius 3:2, 8 memberi kualifikasi para bishop dan diaken, namun tidak menyinggung para penatua karena alasan yang sama. Titus 1:5 dan 1:7 kelihatannya juga menghubungkan kedua istilah ini.”[8]

Memang kalau dilihat secara sepintas ungkapan-ungkapan Paulus, sepertinya antara “penilik jemaat” dengan “penatua jemaat” pada hakekatnya tidak mengalami perbedaan. Alexander Strauch mengatakan “ Meskipun kedua istilah itu menunjukkan badan yang terdiri dari orang-orang yang sama, penatua (elder) mencerminkan keturunan orang Yahudi yang menekankan martabat, kematangan, kehormatan, dan bijaksana, sementara penilik (overseers) mencerminkan keturunan orang berbahasa Yunani yang menekankan tugas kepenilikan/penggembalaan.

Oleh sebab itu penulis menyimpulkan bahwa apapun yang menjadi hubungan yang pasti antara para penatua dan para penilik jemaat dalam surat penggembalaan Rasul paulus tampaknya tidak memiliki perbedaan karena penilik jemaat dengan para penatua memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dan sama-sama harus memelopori keteladanan hidup yang diberikan kepada jemaat.

Diaken

Ada beberapa istilah Yunani yang terdapat dalam PB yang ada hubungannya dengan kata “diaken”, yaitu

1. Diakonos : Seorang hamba dari orang banyak, seorang pelayan, pembantu, abdi atau pelayan. (30 kali, mis : Mat 22:13; 23:11; Kol 1:7; Gal 2: 7, dsb.)

2. Diakonia : Sebuah pelayanan atau melayani orang banyak; Melayani atau hadir sebagai seorang pelayan (34 kali, mis :Rm 11:13; 12:7; I Tim 1:12, dsb.)

3. Diakoneo : Melayani orang banyak, menjadi seorang pembantu, menunggu; Pelayanan kepada orang lain, bertindak seperti orang yang melayani (37 kali, I Tim 3:10; I Kor 3:3; Rm 15:25, dst)[9]

Ketika Paulus menulis suratnya kepada jemaat Filipi “Dari Paulus dan Timotius, hamba-hamba Kristus Yesus, kepada semua orang kudus di Filipi dengan para penilik jemaat dan diaken”(Fil. 1:1), sesungguhnya ia menyapa mereka dengan menyebutkan sebagai pelayan/hamba (diakonoi). Kata yunani untuk Diaken adalah Diakonos (dalam bahasa inggris : Deacon) dipakai dalam PB untuk menggambarkan pelayan/hamba, misalnya dalam beberapa teks PB : (Yoh 2: 5,9; Mat 22: 13a). Kata Diakonos juga sering digunakan secara khiasan untuk menyebut hamba-hamba/pelayan-pelayan Allah,Kristus/Injil/ Jemaat. Paulus pada umumnya seringkali juga menggunakan ungkapan itu untuk menyebut para pekerja Kristus, para rasul, pengajar dan pemberita Injil. (Kol 1:7; Ef.6:21; II Kor 6:4a). Di dalam ayat-ayat ini kata pelayan pada umumnya dipakai untuk orang secara pribadi melayani atau membantu orang lain, pekabaran Injil atau Allah. Dalam artian terjemahannya bukan diaken (deacon) tetapi pelayan (diakonos).

Gereja mula-mula dan para pemimpin mereka memilih kata diakonos untuk pejabat baru mereka, dan memaknainya dengan pengertian mereka sendiri yang khusus (Kis 11:29). Oleh sebab itu diaken PB adalah para pelayan resmi di gereja setempat bagi anggota yang mengalami kekurangan dan menderita. [10]

C. Sekilas konsep Penatua dan Diaken dalam PL

Apabila melihat konteks penatua dalam PB tentunya tidak bisa dipisahkan apa yang dikataka PL menyangkut dengan tema besar itu. Paling tidak ketika sebuah tema dalam PB dibahas pada umumnya memilki hubungan yang erat dalam PL yang walaupun tidak bisa digeneralisasikan karena masing-masing memiliki konteks yang berbeda. Sangat perlu membahas secara skilas apa yang dikatakan PL menyangkut dengn penatua dan diaken supaya hal ini akan membawa kepada pemahaman yang utuh dan komprehensif khususnya dalam tulisan-tulisan Paulus.

Dalam pentateukh disinggung adanya tua-tua orang Mesir (Kej 50:7), Orang Moab dan Midian (Bil 22:7), maupun tua-tua Israel. Dalam Kel 3:16 bangsa Israel dilukiskan mempunyai tua-tua sejak zaman pembuangan di Mesir dan Musa diperintahkan untuk bekerjasama dengan mereka dalam upaya memperoleh kebebasan. Mula-mula para tua-tua itu mungkin kepala-kepala keluarga, tapik Kel 24:1 menceritakan jumlah yang tetap, yaitu 70 orang, di mana tua-tua itu dicurahkan Roh Tuhan dengn maksud supaya mereka turut bersama dengan Musa memerintah umat Israel (Bil 11: 25)[11]

“Penatua” adalah dewan kepemimpinan di antara orang-orang Israel sejak zaman kitab-kitab Musa (Pentateukh). Kita mendapatkan mereka membuat keputusan-keputusan politik (2 Sameul 5:3; 2 Samuel 17:4, 15), menasihati raja (1 Raja-Raja 20:7) dan mewakili rakyat dalam kaitannya dengan hal-hal rohani (Keluaran 7, 17:5-6, 24:1, 9; Bilangan 11:16, 24-25). Terjemahan mula-mula Perjanjian Lama dalam Bahasa Yunani (LXX) menggunakan presbuteros untuk penatua. Ini adalah kata bahasa Yunani yang sama yang dalam Perjanjian Baru juga diterjemahkan sebagai “penatua.”

Menyangkut konsep “Diaken” dalam PL tidak disinggung secara eksplisit, tetapi apabila merujuk kepada defenisi umum yaitu pelayan/ melayani maka sangat banyak dijumpai istilah ini baik itu dalam konteks bermasyarakat, ibadah, keluarga dan lain sebagainya.

Dengan demikian apa yang menjadi konsep PL akan memiliki pengaruh yang besar dalam tulisan Paulus, misalnya penunjukan yang tidak sembarang, orang-orang yang dipilih haruslah melewati pengujian dan dipenuhi denga Roh Kudus. Namun ada satu hal yang seolah-olah mengalami kekontrasan ketika berbicara umur seorang penatua. Karena dalam konteks PL semua yang menjabat sebagai penatua adalah para tua-tua, namun hal ini tidak bisa dijadikan kesimpulan bahwa orang yang menduduki jabatan penatua atau diaken haruslah orang tua, karena apabila dibandigkan dengan tokoh-tokoh dalam PL, tidak sedikit juga di antara mereka yang masih muda, misalnya Yusuf dan Daud. Jadi ketajaman pemikiran Paulus nantinya akan dilahat pada saat lebih mendalami tulisan-tulisannya.

BAB II

PENATUA DAN DIAKEN BERDASARKAN TEOLOGI PAULUS

A. KUALIFIKASI SEORANG PENATUA

Paulus dalam menugaskan Timotius dan Titus untuk menunjuk atau menetapkan para penatua tentunya tidak dengan sembarangan. Paulus tidak mau orang-orang yang duduk di dalam kepenatuaan akan merusak pelayanan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat ketika Paulus memberikan pesan-pesan kepada penatua-penatua yang ada di jemaat Efesus ketika mereka akan berpisah (Kis 20: 17-38). Paulus dengan ketat memberikan beberapa syarat yang harus menjadi perhatian Timotius dan Titus ketika menetapkan para penatua. Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa kualifikasi yang dituliskan oleh Paulus tidak lebih dari kutipan-kutipan yang telah dipakai oleh orang-orang pada zamannya baik itu dalam dunia kerja, bisnis ataupu pemerintahan. Namun apapun yang menjadi alasannya, bahwa Paulus menuliskan itu tentunya dengan pergumulan dan perjuangan serta keteladanan yang diberikan selama dia melayani sebagai seorang Rasul. Sendjaya mengutip komentator Alkitab Gordon Fee, menggarisbawahi tiga hal yang menarik tentang daftar kualifikasi seorang penatua, yaitu:

Pertama, daftar tersebut memberikan kualifikasi/syarat, bukan tugas atau tanggung jawab. Kedua, Sebagian besar kualifikasi yang diberikan berupa perilaku yang dapat dideteksi da dicermati dengan mudah. Ketiga, dan yang paling menarik, tidak ada satu pun dari kualifikasi tersebut yang menjadi cirri eksklusif kristiani karena semua kualifikasi tersebut mencerminkan idealism dari filsafat moral Yunani.[12]

Tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang Paulus tuliskan menyangkut dengan persyaratan atau kualifikasi seorang penatua atau diaken tidak terlepas dari keadaan jemaat dan masyarakat pada waktu itu. Mereka diperhadapkan kepada ajaran-ajaran sesat dan kehidupan moral yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu Paulus inginkan supaya mereka memiliki karakter yang benar, sehingga ketika para lawannya menyerang, mereka tidak akan undur karena apa yng mereka katakan sejalan dengan perbuatannya. Berikut Paulus akan memberikan beberapa kualifikasi seorang penatua, yaitu :

1. Above Reproach (Ing: above reproach, Yun: anepilempton; I Tim 3: 2; Tit 1:6)

Memiliki integritas dan karakter yang tidak bisa diragukan. Phil A. Newton mengataka “ The pharase above reproach serves as an umbrella under which the balance rests.”[13] “Kata “tak bercacat (anepileptos)” digunakan untuk suatu kedudukan yang tidak mungkin dilawan, suatu kehidupan yang tidak mungkin dicela, suatu seni atau teknik yang demikian sempurna sehingga tidak ditemukan suatu kesalahanpun di dalamnya.[14] Jadi Paulus menempatkan ini pada urutan pertama karena menyangkut karakter dan sepertinya menjadi payung dari semua kualifikasi yang disebutkannya. Hal ini sangat peting mengingat para pengajar sesat yang ada pada waktu itu bisa saja menyerang para penatua dari sisi karakter atau moral mereka. Apa yang dikatakan oleh Paulus sesungguhnya ini juga yang telah dilakukannya. Ketika para lawan-lawannya atau jemaat yang meragukan kerasulannya menyerang dia dalam hal karakter, tetapi Paulus bisa mempertahankan dan membuktikan bahwa dia tetap konsisten dengan pengajarannya.

Seorang yang tak bercacat memiliki moral yang baik dan reputasi kerohanian yang baik.[15] Namun perlu digarisbawahi bahwa apa yang dimaksud Paulus bukan berarti para penatua bukanlah orang berdosa, tetapi dalam perjuangan mereka dengan secara serius dan bertanggung jawab di dalam anugerah Tuhan untuk tidak hidup sembarangan, melainkan betul-betul menjaga akan karakter mereka sesuai dengan pengajaran firman Tuhan. Berikut karakter-karakter yang harus dimiliki oleh seorang penatua adalah :

a. Self Controled (Yun. Vetalios) (Tit 1:8;I Tim 3:2))

Seorang Penatua harus bisa mengontrol dirinya. Hal ini penting menysngkut dengan keteladanan hidup sebagai seorang pemimpin. Penguasaan diri yang dimaksud menyangkut dengan segala aspek hidupnya, baik itu emosi, keinginan-keinginan daging, maupun dalam hal sikapnya kepada orang lain.

b. Hospitable (I Tim 3:2; Tit 1:8)

Dalam hal ini seorang penatua memiliki kemurahan hati untuk memberikan tumpangan kepada orang-orang asing. Dalam beberapa nats dalam Alkitab (Kis 10:6, I Pet 4:9) menunjukkan bahwa kemungkinan besar kadang kala rumah seorang penatua senantiasa kedatanga seorang tamu asing dan Paulus memasukkan syarat ini supaya mereka bisa menunjukkan kasih kepada setiap orang yang dijumpai.

c. Not quarrelsome (tdk suka bertengkar, I Tim 3:3)

Karakter seorang penatua tidak boleh suka bertengkar. Seperti yang diungkapkan oleh Blaiklock : “Orang yang bisa meninju atau memukul hambanya tidak layak menjadi pekerja Kristen. Ia bukan penyombong yang suka berkelahi, ia bukanlah jagoan yang angkuh atau cepat membalas dendam.”[16] Jadi seorang penatua harus bisa mengendalikan diri pada saat berkonflik dan senantiasa memiliki hati yang pendamai bukan pemarah.

d. Not a lover of money (I Tim 3:3)

Seorang penatua tidak mengejar uang seperti orang sewaan, pencuri atau perampok (I Tim 5:17), tidak mendapatkan uang melalui cara yang tidak jujur, atau mendapatkan uang haram dengan cara apapun.[17] John Stott mengatakan : “ As the pastors, although Paul requires them to be paid adequately (5:17),their salary in most countries is too low, in comparison with other professions, for them to be tempted to seek ordination for financial reasons.”[18] Jadi seorang penatua tidak boleh menjadi hamba uang karena pelayanan penatua adalah pelayanan pengabdian dan kehambaan

e. Has a good reputation with outsiders/ Respectable (I Tim 3:7)

Seorang penatua harus memiliki kesaksian dan reputasi yang baik sekali di mata mereka yang di luar jemaat. Ini mencakup kawasan bisnis, hubungan masyarakat dan sekuler, dan hukum sipil. Seorang penatua haruslah seorang yang dihormati dalam pekerjaan sekulernya. Donald Guthrie mengatakan :

Yet the injunction was essential to protect the church from unnecessary abuse, for the non-Christian world has generally respected the noble ideals of Christian character, particularly ministers and leaders, but has persistently condemned professing Christians whose practice is at variance with their profession.”[19]

Seorang penatua tidak hanya memiliki nama baik di kalangan gereja tetapi juga di kalangan non-Kristen. Hal ini menyangkut dengan kesaksian hidup yang akan disaksikan oleh orang-orang yang belum percaya. Apalagi konteks jemaat pada waktu itu masih sedikit orang yang belum percaya. Mungkin salah satu yang menarik orang dating kepada Kristus ketika para pemimpin gereja khususnya para penatua memiliki reputasi yang baik di kalangan masyarakat.

f. No overbearing (Tit 1:7)

Seorang penatua tidak boleh memiliki hati yang sombong, karena bagaimana mungkin bisa melayani jemaat kalau tidak memiliki kerendahan hati. Seorang penatua yang sombong bisa saja merusak kehidupan jemaat dan bahkan menjadi batu sandungan bagi jemaat. Paulus memasukkan criteria ini supaya mereka bisa menunjukkan kredibilitas mereka dalam hal “hati seorang hamba” yang kadang kala haru menanggalkan harga diri dan status-status sosial.

g. Loves what is good (Tit 1:8)

Seorang penatua harus senantiasa mencintai hal-hal yang baik, baik itu dalam hal berpikir, bertindak, bersikap maupun dalam pengambilan keputusan. Dalam semuanya ini senantiasa mencari jalan terbaik untuk kepentinga jemaat. Mencintai hal-hal yang baik merupakan modal besar bagi seorang penatua dalam menjalankan tugasnya.

h. Upright, holy (Tit 1:8)

Jika seorang penatua tidak adil dan tidak saleh, dia tidak akan dapat melihat setiap persoalan dan masalah yang kritis secara benar. Hal tersebut akan menyebabkan jemaat menjadi bersikap tidak adil dan tidak setia terhadap kebenaran. [20] Kesalehan seorang penatua sangat dibutuhkan dalam menjalankan tugasnya. Kesalehan mereka akan dibuktikan ketika menghadapi dan melayani jemaat. Kesalehan mereka harus menyangkut dalam segala hal.

i. Not given to drunkenness (I Tim 3:3,8; Tit 1:7)

Alkitab Penuntu Hidup Berkeimpahan memberikan penjelasan:

“Frasa ini (Yun me paroinon, dari me berarti tidak dan paranois, kata majemuk yang berarti “pada, dengan,dekat anggur”) yang diterjemahkan harfiah “tidak dekat atau dengan anggur”, “tidak bersama dengan anggur”. Di sini Alkitab menuntun bahwa seorang penilik jemaat tidak boleh minum anggur yang memabokkan, tergoda atau terbujuk olehnya, atau makan minum bersama dengan pemabuk-pemabuk”. 1) Pertarakan total dari anggur yang difermentasi merupakan peraturan bagi para hakim dan raja dalam PL(band.Ams 31:4-7). Peraturan ini juga berlaku bagi semua orang yang mencari pengabdian tingkat tertinggi kepada Allah. 2)Mereka menjadi pemimpin jemaat Kristus tak mungkin mempunyai standar yang lebih rendah. Apalagi semua orang percaya dalam gereja disebut sebagai imamat yang rajani.” [21]

Paulus menekankan pentingnya reputasi penatua di Efesus di hadapan orang-orang dunia. Yang menjadi penekanan Paulus bukan saja agar para penatua itu memiliki nilai-nilai kristiani. Lebih dari itu, ia ingin agar hidup para pemimpin Kristen di Efesus merefleksikan idealisme tertinggi dari moralisme Yunani pada saat itu. Yang Paulus kehendaki adalah agar kesaksian hidup mereka dapat menjadi standar moral dan teladan bagi orang-orang dunia.[22] Oleh sebab itu seorang penatua tidak boleh seorang pemabuk minuman keras.

2. Memiliki kehidupan keluarga yang baik (His own family well, I Tim 3:2; Tit 1:6)

Seorang penatua haruslah memiliki kehidupan keluarga yang baik. Apabila dikaitkan dengan keadaan pada zaman Paulus, tantangan kehidupan keluarga yang suci begitu menggema. Di antara mereka mungkin saja ada yang tidak menghormati atau menghargai sebuah pernikahan. Oleh sebab itu Paulus menegaskan bahwa hendaklah setiap penatua hanya memiliki satu isteri. Tetapi bukan berarti bahwa yang menjadi penatua haruslah menikah. Philip Graham R. mengatakan : “This doesn’t prohibit from serving as elders. Commonly, elders will be married and God will use the demands of their callings us husbands and fathers to do much of the sanctyfing work the needs to be done and their lives before they are ready to serve as officers in the church”.[23] Seorang penatua haruslah mempunyai keteladanan dalam memimpin rumah tangga. Dengan kata lain kualifikasi seorang penatua tidak terlepas dari kehidupan pribadi dan keluarganya, baikitu isteri maupun anak-anaknya.

Seorang penatua harus memiliki kesucian kehidupan rumah tangga, seperti yang dikatakan oleh Alexander Strauch : “Because the Bible emphasizes the holy status of marriage, a Christian-especially a leader of God’s people-must be a faithful spouse.” [24] Dari kesucian rumah tangganya jemaat dan orang lain akan melihat sehingga mereka dapat mengikuti keteladanannya. Paulus menyatakan secara tidak langsung bahwa kemampuan seseorang untuk memiliki wewenang rohani terhadap orang lain dibuktikan oleh kemampuannya untuk menjalankan disiplin yang bijaksana dan penuh kasih di dalam rumah tangganya. [25] Bagaimana dengan penatua yang tidak menikah ? Memang Paulus tidak mengatakan secara eksplisit tentang mereka yang tidak menikah apakah bisa jadi penatua atau diaken. Secara sederhananya dapat disimpulkan bahwa tidak ada dalam tulisan Paulus melarang orang-orang menjadi penatua dan diaken apabila belum bersuami atau berisiteri. Yang jelas mereka harus memiliki standar kualifikasi seperti yang diungkapkan di atas.

3. Memiliki kualifikasi pelayanan

Apa yang penulis maksudkan di sini bukan berarti bahwa kemampuan melayani adalah segala-galanya sebelum menjadi penatua. Rasul Paulus dalam hal ini tentunya menyadari bahwa kemampuan pelayanan ini mendahului akan panggilan mereka sebagai penatua melalui pemilihan atau penetapan dari para gembala atau jemaat. Kualifikasi pelayanan yang dimaksud adalah :

a. Mampu mengajar (I Tim 3: 2)

Kemampuan dalam mengajarkan firman Tuhan merupakan salah satu penekanan Paulus apabila seseoran ingin menjadi penatua. Matthew Henry’s dalam komentarnya mengatakan :

“ Therefore this is a preaching bishop whom Paul describes, who is both able and willing to communicate to others the knowledge which God has given him, one who is fit to teach and ready to take all oppurtnities of giving instructions, who is himself well instructed in the things of the kingdom of heaven, and is communicative of what he knows to others. [26]

Konteks pelayanan Paulus pada saat itu sangat dibutuhkan seorang pengajar karena para pemimpin gereja masih kekurangan dalam hal kuantitas. Oleh sebab itu pentingnya seorang penatua mampuh mengajarkan firman Tuhan baik itu kepada orang Kristen maupun yang non-kristen. Walaupun seolah-olah Paulus tidak mengharuskan seseorang bisa mengajar (band I Tim 5: 17), tetapi paling tidak bahwa seorang penatua mampuh mengkomunikasin Injil yang dia dapatkan untuk diteruskan kepada orang lain.

b. Berpegang kepada kebenaran (I Tim 3:9; Tit 1:9)

Seorang Penatua haruslah sanggup untuk berdiri dan berpegang kepada kebenaran baik itu dalam hal bersikap maupun berargumentasi dengan jemaat atau para pengajar sesat. Paulus memberikan kualifikasi ini mengingat pada waktu itu begitu banyak pengajaran yang bisa menyesatkan jemaat. Jikalau para penatua tidak memiliki dasar atau teologi yang kokoh, bisa saja jemaat akan kebingungan dan berbalik kepada pemahaman mereka yang dahulu. Seorang penatua harus sanggup berpegang kepada kebenaran, tidak mudah diombang-ambingkan oleh bidat-bidat atau pengajaran yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Paulus dan rasul-rasul yang lain.

c. Sebaiknya bukan petobat baru (I Tim 3:7)

Seorang penatua bukanlah seorang pemula, seorang dalam masa pecobaan, bukan orang baru yang masih muda, atau seseorang yang baru saja memiliki iman. Ia juga bukan baru dalam pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman dan tidak berpengalaman dalam hal firman Tuhan. [27] Hal ini sangat erat sekali dengan situasi jemaat pada saat itu. Apabila petobat baru yang akan menjadi penatua mungkin saja mereka masih labil dan belum terlau paham dalam hal pengjaran firman. Oleh sebab itu sedapat mungkin mereka yang menjadi penatua bukanlah petobat baru, supaya pelayanan lebih maksimal. Tetapi apabila di zaman sekarang tentunya mengalami dinamika yang mungkin saja kualifikasi ini perlu pengimplementasian yang bijaksana dan bertanggung jawab.

B. TUGAS-TUGAS PENATUA

Kalau ditelusuri sejak dari PL sampai kepada PB, jabatan penatua bukanlah sekedar jabatan belaka. Ketika Paulus menasehati kepada rekan-rekan sepelayanannya khsusnya Timotius dan Titus, ia memberikan beberapa petunjuk apa yang menjadi tugas para penatua. Supaya ketika mereka telah ditetapkan harus memahami apa yang menjadi tugas mereka. Oleh sebab itu beberapa tugas para penatua berdasarkan apa yang diarahkan oleh Paulus kepada rekan-rekannya.

1. Memimpin kawanan domba Allah (I Tim 3: 4; I Tim 5:17a, Kis 20:17; I Tes 5: 12)

Para penatua diharapkan dapat memimpin jemaat yang ada pada waktu itu. Walaupun Paulus tidak secara eksplisit mengungkapkan memimpin dalam hal apa saja, tetapi dari setiap ungkapan Paulus dapat dilihat bahwa kepemimpinan yang dimaksud menyangkut kepemimpinan dalam hal organisasi, kerohanian jemaat bahkan keluarga mereka sendiri. Dalam I Tes 5:12 “ …mereka yang memimpin kamu dalam Tuhan…”, Paulus tidak memakai gelar mereka, tetapi kemungkinan besar mereka adalah penatua-penatua (presbuteroi), karena menurut Kisah Para Rasul, Paulus dan rekan-rekan sekerjanya mempunyai kebiasaan untuk mengangkat penatua-penatua dalam setiap jemaat yang mereka dirikan (Kis 14:23). [28] Para penatua diberikan tugas untuk memimpin jemaat kepada kedewasaan, pemahaman akan firman Tuhan, karakter yang serupa dengan Kristus dan kesalehan hidup. Para penatua bertanggung jawab dalam hal ini.

Apabila melihat konteks jemaat pada waktu itu, sistem manajemen mereka tentunya tidak semodern atau profesioanl sekarang, tetapi dapat diyakini bahwa inti dari semua tugas para penatua supaya mereka menjadi pemimpin di kalangan jemaat. Hal ini sangat perlu ditegaskan oleh Paulus mengingat bahwa berbicara tentang gereja menyangkut dengan orang banyak yang perlu dikelola. Walaupun secara organisasi bahwa yang sudah ada yang menjadi pemimpin mereka yaitu Timotius atau Titus atau rekan Paulus yan lain, mereka masih membutuhkan para penatua untuk menjadi pemimpin dalam jemaat-jemaat. Mungkin saja di beberapa wilayah atau kelomok-kelompok tertentu mereka membutuhkan seorang pemimpin yang tidak akan mungkin dijangkau oleh Titus atau Timotius.

2. Berkhotbah atau Mengajar (I Tim 5:17,18; Tit 1: 5,9; I Tim3:2)

Perhatian utama dari Paulus ialah orang-orang yang memegang jabatan harus menunjukkan teladan yang baik bagi orang-orang lain. Mereka harus pandai mengajar, karena peranan mereka adalah untuk meneruskan apa yang telah diajarkan kepada mereka sendiri (band. II Tim 2:2)[29]

Memang dalam beberapa surat-surat Rasul Paulus sepertinya pekerjaan para rasul adalah mengajar dan berkhotbah seperti yang terjadi di dalam Gereja mula-mula, tetapi apabila lebih dipertajam lagi untuk melihat surat-surat penggembalaan Paulus bahwa tugas seorang penatua dan diaken tidak hanya bersifat organisatoris dan pelayanan praktis, tetapi mereka juga punya tanggung jawab untuk mempertanggungjawabkan iman mereka di hadapan jemaat atau orang-orang yang dilayanai. Soal pengajajaran itu tidak terlepas pada khotbah-khotbah di depan umum, tetapi meliputi juga peneguran secara pribadi. [30] Para penatua diharapkan sanggup mempertanggung jawabkan imannya kepada setiap orang yang dijumpai. Mereka harus sungguh-sungguh berpegang pada kebenaran firman Allah, mampu dan siap mengajarkan kebenarannya kepada orang lain, dan dapat menghentikan ajaran-ajaran yang mematikan dari guru-guru palsu. [31]

3. Menjaga, menggembalakan kawanan domba Allah

Paulus mengharapkan bahwa para penatua akan maksimal dalam menggembalakan jemaat, karena hal ini merupakan salah satu tugas dari mereka. Menggembalakan dalam artian senantiasa memberikan perhatian, kepedulian dan kasih kepada jemaat yang digembalakan. Mereka harus memagari mereka dengan pengajaran-pengajaran yang alkitabiah sehingga apabila ada pengajar sesat, jemaat tetap kokoh dalam menghadapi pengajar sesat.

Kepenatuaan yang alkitabiah adalah badan pastoral yang berkualitas dan berfungsi, yang akan secara aktif menggembalakan jemaat Allah. Sebagian dari penatua ini ada yang swadaya, ada pula yang didukung gereja,terutama mereka yang mengajar dan mengkhotbahkan firman Allah. (I Tim 5:17,18)[32] Rupanya di antara para penatua pada waktu itu memiliki keragaman, karena tidak semua di antara mereka yang mendapatkan dukungan full dari jemaat. Kemungkinan ada yang menjadi penatua tetapi masih memiliki kegiatan-kegiatan keseharian yang lain. Mungkin ada juga yang full time melayani tanpa pekerjaan sampingan. Tetapi dapat dipastikan bahwa tugas para penatua tidak boleh diabaikan yaitu menjaga dan menggembalakan jemaat.

C. KUALIFIKASI SEORANG DIAKEN

Sesungguhnya apa yang dipaparkan Paulus menyangkut dengan kualifikasi penatua dan diaken memiliki prinsip yang sama bahwa mereka bukanlah orang yang sembarangan dipilih. Mereka juga harus memiliki kualifikasi yang baik dan sesuai dengan firman Tuhan. Memang ada beberapa penafsir yang mengatakan bahwa sebenarnya Paulus sangat terlalu umum untuk membahas menyangkut dengan kualifikasi diaken. Tetapi meskipun hal itu bersifat umum bukan berarti bahwa kualifikasi itu harus diabaikan. Apa yang menjadi kualifikasi diaken tidak akan dibahas semua apabila hal itu termasuk kualifikasi penatua juga.

Kata “demikian juga” dalam I Tim 3:8 menunjukkan bahwa kualifikasi para penilik dikenakan juga kepada para diaken, yang walaupun ada beberapa tambahan dan ada yang dikurangi. Tetatpi substansinya penatua dan diaken memiliki kualifikasi yanh sama. Berikut beberapa kualifikasi seorang diaken, yaitu :

a. Terhormat (I Tim 3:8)

Sebagaimana Paulus memberikan penekanan kepada kualifikasi karakter kepada seorang penatua, hal ini ditujukan juga kepada seorang diaken. Kata terhormat di sini tidaklah menunjukkan bahwa diaken harus gila hormat, tetapi hendaknya memiliki karakter moral dan spiritual yang mendapat penghargaan dan pengakuan dari orang lain. Mereka tidak mudah dicela karena memiliki karakter yang dapat dipertanggungjawabkan. Kata “terhormat” bisa juga diartikan “terkenal baik” (Band Kis 6:3).

b. Tidak bercabang lidah (I Tim 3:8)

Seorang diaken harus mampu mengendalikan perkataannya dan tidak sembarangan berbicara. Ia bukan seorang yang suka bergunjing dari rumah ke rumah, bukan seorang yang suka menyebarkan gossip. Ia bukan seorang yang suka mengatakan sesuatu kepada seorang anggota jemaat, kemudian mengatakan sesuatu yang lain kepada anggota jemaat yang lain.[33]

Demikianlah bahwa seorang diaken harus memiliki karakter dan moral yang baik, kehidupan keluarga yang baik dan dapat memberikan teladan yang baik. Apa yang dipaparkan Paulus kepada Timotius dan Titus menyangkut kualifikasi penatua dan diaken adalah karakter dan bisa dihargai. Namun di atas semuanya itu yang paling utama bagaimana mereka telah dipenuhi oleh Roh Kudus sebagaimana dalam peristowa gereja mula-mula. Walaupun Paulus tidak menyinggung itu tetapi hal inilah yang paling mendasar dalam menentukan dan menetapkan seorang penatua.

D. TUGAS-TUGAS DIAKEN

Sebagaimana Penatua memiliki fungsi dalam jemaat, demikian juga para diaken memiliki tugas-tugas tertentu yang tidak kala pentingnya dengan tugas para penatua, yaitu :

1. Melayani para kaum papa/ miskin (band. Kis 6: 1-6 & Rm 16: 1-2; Rm 15: 25,26)

Dalam memberikan tugas-tugas kepada diaken, tentunya Paulus dipengaruhi oleh tradisi gereja mula-mula yang dilakukan ketika memfungsikan seorang diaken. Apabila dihubungkan dengan situasi gereja mula-mula bahwa para diaken fokus untuk mengurus kaum miskin dan para janda. Di zaman helenistis, yaitu abad-abad antara PL dan PB,pergantian keadaan politik dan ekonomi memang membawa banyak perubahan, tetapi pemeliharaan orang miskin sebagai perbuatan kasih untuk sesame tetap menjadi sesuatu yang penting. [34] Pada waktu itu gereja bertanggung jawab dengan kehidupan orang miskin.

Waktu para “pelayan meja” menurut Kis 6 diangkat dan diteguhkan di dalam jemaat purba di Yerusalem dapat dilihat tugas diaken “melayani janda-janda yang tidak cukup banyak perhatian”. Oleh pekerjaan mereka “kasih atau kemurahan Allah”, yang diberitakan oleh rasul, dilihat dan dihayati oleh janda-janda itu secara konkret dalam kehidupan mereka. [35] Walaupun Paulus tidak memberikan secara detail apa yang menjadi tugas diaken, tetapi dalam banyak suratnya, dia selalu memberikan penekanan terhadap pelyanan kasih kepada orang miskin atau kaum marjinal.

2. Memelihara rahasia iman (I Tim 3: 9)

Seorang Diaken memiliki tugas untuk memelihara rahasia iman. Kata “rahasia seperti yang dikutip oleh Alexander Strauch dalam Expository Dictionary of New Testament adalah :

“Dalam PB, kata itu bukan berarti misterius (sebagaimana kata bahasa Inggrisnya “mistery”) melainkan di luar jangkauan pemahaman biasa, yang hanya bisa dipahami dengan cara dan waktu yang ditunjukkan oleh Allah, dan hanya kepada orang-orang yang diilhami oleh Roh Kudus. Dalam pengertian biasa, misteri/rahasia mengandung arti pemahaman terselubung; makna alkitabiahnya adalah penyingkapan kebenaran.”[36]

Jadi seorang diaken tidak hanya memberikan pelayanan kasih kepada orang miskin, tetapi mereka juga bertanggung jawab untuk memelihara rahasia iman. Dengan kata lain mereka juga harus belajar menggali firman Tuhan dan memberitakannya kepada jemaat atau orang-orang yang dilayani. Misteri yang dimaksud adalah kebenaran di dalam firman-Nya.

3. Memberikan pengajaran dan nasehat untuk kekuatan iman jemaat (band. Fil 1:1)

Tanggung jawab seorang diaken tidak lepas dari penggembalaan mereka secara in-formal. Tentunya Paulus tidak memaksudkan bahwa seorang diaken tidak boleh mengajar atau memberikan nasehat-nasehat kepada jemaat. Secara implicit dalam I Tim 3: 13, mereka juga mempunyai tugas untuk memberikan kesaksian kepada jemaat bahkan kepada non-kristen. Mereka juga diharapkan memiliki hasrat untuk terus memperdalam pokok-pokok pengajaran iman Kristen yang akan mereka bagikan kepada jemaat.

E. HUBUNGAN ANTARA PENATUA DAN DIAKEN

Ketika Paulus memberikan kualifikasi dan tugas-tugas dari penatua, dia tidak bermaksud untuk membeda-bedakan kedua jabatan itu dalam hal status. Noordegraaf mengatakan :

“Ada beberapa penafsir yang cenderung melihat para diaken sebagai bawahan para pengawas, uskup. Tetapi dengan demikian, seperti Ridderbos dengan tepat mengemukakan, orang memproyeksikan suatu perkembangan kemudian ke dalam jemaat tertua.

Para diaken dan para pengawas di sini berdiri sejajar. Mereka harus sudah dapat membuktikan bahwa hidup mereka baik, tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain, sebelum mereka ditetapkan dalam jabatan mereka.

Kenyataan menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam talenta dan tugas-tugas jemaat yang menyebabkan adanya pembagian tugas antara penatua (pengawas) dan diaken” [37]

Dalam Filipi 1: 1, Paulus menyebutkan Penatua dan diaken secara bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sejajar, tidak ada indikasi bahwa Paulus membeda-bedakan mereka. Kemudian Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus (I Kor 1: 10-17) menunjukkan bahwa pelayanan dengan cara mengepalai atau melayani ada dan ditujukan bagi umat Allah, tetapi bukan untuk mencari jabatan atau kedudukan kekuasaan bagi mereka sendiri. Penatua tidak lebih rendah daripada pendeta dan tidk lebih tinggi daripada diaken. Mereka semua adalah pejabat. Kalau hal ini kita lupakan besar kemungkinan bahwa penatua dan diaken kita anggap sebagai pembantu-pembantu pendeta.[38] Dengan demikian apa yang menjadi pemahaman sebagian gereja bahwa jabatan penatua lebih penting dari diaken tidaklah tepat. Mereka semua memiliki kedudukan yang sama baik itu di hadapan Tuhan, gereja dan masyarakat.

Apabila dihubungkan dengan cara pemilihan, kedua-duanya melewati proses yang sama yaitu melewati pemilihan dan penentuan dari jemaat (band I Tim 3:10; Kis 6: 1-7). Paulus mengatakan bahwa keduanya melewati proses pengujian dari jemaat. Jadi keduanya melewati proses yang ketat dan jemaat harus menguji apakah mereka layak menjadi penatua atau diaken. Neil Sumerton mengatakan :

“We can deduce from this that selection for eldership is not something to be done casualy in a few minutes in an elders business committee as if we were selecting the secretary of the Golf Club, but us those charged with the responsibility of selection wait sacrificially upon the Lord for his guidance in worship and prayer”[39]

Kemudian senada yang dikatakan oleh Phil Newton : “Although Paul and his missionary partners obviously selected the elders, and although they may have had the approval of the congregation, the foundation of the elder’s authority was the Holy Spirit, who has made them elders”.[40] Jadi Pemilihan Penatua dan diaken haruslah melibatkan Roh Kudus dan doa, supaya jemaat tidak salah dalam memilih. Hal ini telah dilakukan oleh gereja mula-mula ketika meilih ketujuh diaken.

F. RELEVANSINYA DALAM PELAYANAN PASTORAL

Penyatuan kepenatuaan yang alkitabiah ke dalam gereja lokal bukanlah merupakan obat manjur untuk setiap masalah yang terjadi. Kenyataannya, suatu gereja mungkin mengalami kesulitan yang jauh lebih besar jika gereja itu berusaha untuk menetapkan suatu dewan penatua yang berfungsi secara alkitabiah. Tetapi tindakan ketaatan semacam itu yang dilakukan oleh umat Allah akan memuliakan Allah.[41]

Apabila gereja ingin kembali kepada basic atau dasar-dasar firman Tuhan, mereka harus meneladani apa yang telah dikerjakan oleh Paulus. Ketika Paulus mendapatkan dan mengerjakan pelayanannya tentunya senantiasa mendapatkan ilham dan konfirmasi dari Tuhan. Gereja-gereja sekarang harus kembali memikirkan apakah mereka sudah berjalan sesuai dengan pemerintahan gereja yang Tuhan sudah atur. Meneladani apa yang Paulus tuliskan sehubungan dengan kualifikasi dan tugas-tugas para penatua tidaklah mudah, tetapi hal itu harus mejadi perjuangan gereja. Gereja harus kembali kepada prinsip-prinsip tentang pengaturan kepenatuaan dan kediakenan supaya kehadirannya akan terus memperluas kerajaan-Nya.

Sehubungan dengan kualifikasi yang dituliskan oleh Paulus tentunya dapat dikontekskan dengan keadaan sekarang. Ada beberapa gereja yang menambahkan dan mungkin saja mengurangi. Tetapi yang menjadi penekanan bahwa gereja tidak boleh melanggar prinsip yang telah diteruskan oleh para rasul khususnya Paulus sendiri.

BAB III

KESIMPULAN

Dalam gereja PB di zaman rasul-rasul, para penatua memiliki peranan yang amat penting dalam kehidupan bergereja. Para rasul sangat menyadari khususnya Rasul paulus membutuhkan rekan sekerja untuk menata dan menggembalakan jemaat. Namun meskipun demikian tantangan untuk menerapkan pemikiran paulus ke dalam kehidupan bergereja saat ini tidaklah mudah. Tetapi gereja harus berjuang dan mengembalikan fungsi, kriteria penatua dan diaken yang berdasarkan pada landasan firman Tuhan. Salah satu unsur yang Paulus tekankan dalam penatua dan diaken adalah keteraturan pelayanan dalam mengkader rekan-rekan sekerja untuk meneruskan apa yang menjadi visi misi pelayanan yang diberikan kepadanya oleh Tuhan.

Jabatan penatua dan diaken memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan dan gereja. Paulus sama sekali tidak pernah membeda-bedakan hal tersebut. Dalam hal fungsi mereka berbeda tetapi dalam hal status memiliki kesederajatan. Mereka semua harus memiliki standar kualifikasi apabila terpilih sebagai penatua atau diaken, dan kualifikasi yang dimaksud pada intinya harulah memiliki kehidupan karakter dan moral sesuai dengan kehendak Tuhan. Oleh seba itu gereja-gereja harus meneladani apa yang telah diarahkan oleh Paulus sehubungan dengan prinsip-prinsip pemerintahan, penggembalaan dan pertumbuhan gereja-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J.L.Ch. Diaken. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005

Abineno, J.L.Ch. Penatua. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005

Bartlett, David L. Pelayanan Dalam Perjanjian Baru Jakarta : BPK Gunung Mulia.2003

Blaiklock, E.M. Surat-Surat Penggembalaan. Malang: Gandum Mas, 1981

Calvin, John. Institutio. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000

Conner, Kevin J. Jemaat Dalam Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 2004

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996

Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996

Guthrie, Donald. The Pastoral Epistles. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1999

Henry, Matthew. Matthew Henry’s Commentar. Massachusetts: Hendrickson Publishers,1991

Newton, Phil A. Elders in Congregational Life. Grand Rapids: Kregel Publications: 2005

Noordegraaf, A. Orientasi Diakonia Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004

Ryken, Philip Graham. I Timothy: Reformed Expository Commentary, New Jersey: P&R Publishing. 2007.

Sanders , J. Oswald. Kepemimpinan Rohani. Bandung: Kalam Hidup, 1979

Sendjaya, Kepemimpinan Kristen. Yogyakarta: Kairos Books, 2004

Stamps, Donald C. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang: Gandum Mas, 1994

Stott, John R.W. The Message of Timothy & Titus. England: Inter-Varsity Press, 1997

Strauch, Alexander. The New Testament Deacon. Colorado: Lewis and Roth Publishers, 1997

Strauch, Alexander. Biblical Eldership. Colorado: Lewis and Roth Publishers. 1994

Strauch, Alexander. The New Testament Deacon: The Church’s Minister of Mercy. Colorado : Lewis and Roth Publishers, 1944.

Strauch, Alexander. Kepenatuaan atau Kependetaan. Yogyakarta: ANDI, 1999

Summerton, Neil. A Noble Task. Cumbria: Partnership and Paternoster Press. 1988

Wiersbe, Warren W. Setia Di Dalam Kristus. Bandung: Kalam Hidup, 1981

Barclay, William. “Pemahaman Alkitab Setiap Hari” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001)

Zodhiates, “The Complete Word Study Dictionary: NewTestament”



[1] Alexander Strauch, “The New Testament Deacon: The Church’s Minister of Mercy” (Colorado : Lewis and Roth Publishers, 1944) hal. 9,10

[2] Alexander Strauch, “Kepenatuaan atau Kependetaan” (Yogyakarta: ANDI, 1999) v.

[3] Isu ini disampaikan oleh Yohanes Adri, Ph.D. pada saat penulis mempersentasekan bahan Makalah ini di kelas pada Tanggal 9 Nov. 2009

[4] Kevin J. Conner, “Jemaat Dalam Perjanjian Baru”. (Malang: Gandum Mas, 2004) 237.

[5] Kevin J. Conner, “Jemaat Dalam Perjanjian Baru” (Malang: Gandum Mas, 2004) 239.

[6] Alexander Strauch, “The New Testament Deacon” (Colorado: Lewis and Roth Publishers, 1997) 59.

[7] David L. Bartlett, “Pelayanan Dalam Perjanjian Baru” (Jakarta : BPK Gunung Mulia.2003) 220-221

[8] Zodhiates, “The Complete Word Study Dictionary: NewTestament”

[9] Kevin J. Conner, “Jemaat Dalam Perjanjian Baru” (Malang: Gandum Mas, 2004) 278-279

[10] Alexander Strauch, “ The New Testament Deacon” (Colorado: Lewis and Roth Publishers, 1997) 71.

[11]“ Ensiklopedi Alkitab Masa Kini” (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996). 493

[12] Sendjaya, “Kepemimpinan Kristen” (Yogyakarta: Kairos Books, 2004) 54-55

[13] Phil A. Newton, “Elders in Congregational Life” (Grand Rapids: Kregel Publications: 2005) 50.

[14] William Barclay, “Pemahaman Alkitab Setiap Hari” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001). 119.

[16] E.M. Blaiklock, “Surat-Surat Penggembalaan” (Malang: Gandum Mas, 1981),33.

[17] Kevin J. Conner, “Jemaat Dalam Perjanjian Baru” (Malang: Gandum Mas, 2004) 254

[18] John R.W.Stott, “The Message of Timothy & Titus” (England: Inter-Varsity Press, 1997) 97.

[19] Donald Guthrie, “The Pastoral Epistles” (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1999), 94.

[20] Alexander Strauch, “Kepenatuaan atau Kependetaa” (Yogyakarta: ANDI, 1999) 102.

[21] Donald C. Stamps. “Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan” (Malang: Gandum Mas, 1994)2022.

[22] Sendjaya, “Kepemimpinan Kristen” (Yogyakarta: Kairos Books, 2004) 55.

[23] Philip Graham Ryken. “I Timothy: Reformed Expository Commentary” (New Jersey: P&R Publishing. 2007) 111.

[24] Alexander Strauch, “Biblical Eldership” (Colorado: Lewis and Roth Publishers. 1994). 193

[25] J. Oswald Sanders. “Kepemimpinan Rohani” (Bandung: Kalam Hidup, 1979). 39.

[26] Matthew Henry, “Matthew Henry’s Commentar” (Massachusetts: Hendrickson Publishers,1991), 656.

[27] Kevin J. Conner, “Jemaat Dalam Perjanjian Baru” (Malang: Gandum Mas, 2004) 264

[28] Donald Guthrie, “Teologi Perjanjian Baru” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996). 90.

[29] Ibid. 92.

[30] John Calvin, “Institutio” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 244

[31] Alexander Strauch, “Kepenatuaan atau Kependetaan” (Yogyakarta: ANDI, 1999) 107.

[32] Alexander Strauch, “ The New Testament Deacon” (Colorado: Lewis and Roth Publishers, 1997) 59.

[33] Warren W. Wiersbe. “Setia Di Dalam Kristus” (Bandung: Kalam Hidup, 1981) 50.

[34] A. Noordegraaf, “Orientasi Diakonia Gereja” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 68.

[35] J.L.Ch. Abineno, “Diaken” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005) 63.

[36] Alexander Strauch, “The New Testament Deacon: The Church’s Minister of Mercy” (Colorado : Lewis and Roth Publishers, 1944) hal. 95

[37] A. Noordegraaf, “Orientasi Diakonia Gereja” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 71.

[38] J.L.Ch. Abineno, “Penatua” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005)17.

[39] Neil Summerton. “A Noble Task” (Cumbria: Partnership and Paternoster Press. 1988). 34.

[40] Phil A. Newton, “Elders in Congregational Life” (Grand Rapids: Kregel Publications: 2005) 77.

[41] Alexander Strauch, “Kepenatuaan atau Kependetaan” (Yogyakarta: ANDI, 1999) 18.

1 comment:

  1. Syalom, saya matius arson mahasiswa fikom unpad sedang membuat skripsi mengenai pengaruh iklim komunikasi terhadap motivasi kerja penatua gereja. Apakah saya boleh menggunakan tulisan bapak sebagai sumber referensi saya? terima kasih sebelumnya. Tuhan Memberkati

    ReplyDelete