Monday 19 April 2010

Finalitas karya Kristus sebagai modal dasar dalam mewujudkan jemaat yang missioner

Finalitas karya Kristus sebagai modal dasar dalam mewujudkan jemaat yang missioner

Pendahuluan
Dewasa ini di kalangan Kristen berkembang sikap toleransi yang tidak proporsional dan subjektif dalam menyatakan imannya kepada dunia. Hal tersebut berimbas kepada cara pandang dan pemahaman teologi umat Kristen itu sendiri. Ada yang berasumsi dan bersembunyi di balik toleransi untuk membenarkan apa yang menjadi pemahamannya tentang Alkitab. Salah satu contoh mengenai karya penebusan Kristus yang dipandang sebagai salah satu alternatif menuju ke surga dan bukan lagi satu-satunya jalan. Hal inilah yang dipegang oleh mereka yang memiliki paham pluralisme yang menganggap bahwa keselamatan itu bisa diperoleh melalui agama-agama yang lain. paham atau pandangan tersebut mereduksi ketegasan iman Kristen yang jelas mengemukakan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan. Berbagai alasan dikemukakan sebagai dasar argumentasi guna melegalisir pandangan yang memungkinkan bahwa keselamatan juga terdapat dalam agama-agama non Kristen di dunia. Dengan pandangan ini maka terdapat sikap konformisme yang bisa berujung pada pengkhianatan terhadap kebenaran Injil yang original. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kita sekarang berada di dalam zaman yang serba terbuka atau globalisasi yang menuntut kita untuk saling ketertaitan satu sama lain (we are connected). Dan di dalam keterkaitan itu menuntut kita untuk bisa membaur dengan siapa saja baik itu dari agama yang berbeda,suku,budaya,tradisi bahkan cara pandang yang berbeda. Tetapi apakah kita harus mentolerir semua cara pandang atau teologi yang kita yakini selama ? Atau haruskah kita menjauhi mereka yang tidak seagama, atau sesuku dengan kita? Bagaimana kita menyikapi pandangan tersebut sebagai gereja yang memiliki visi: Jemaat yang missioner?

Finalitas karya Kristus dalam perspektif Alkitab
Kekristenan adalah Kristus dan Kristus adalah pusat dari kekristenan. Mengapa demikian? Karena segala sesuatu tentang kekristenan ditentukan oleh pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Bahkan seluruh kehidupan dan sifat kekristenan sampai hal-hal yang sederhana juga ditentukan oleh Yesus Kristus. Kristuslah asal mula adanya kekristenan dan yang akan menggenapkan seluruh rencana keselamatan bagi umat manusia
Finalitas Kristus berkaitan dengan Kristus sebagai wahyu Allah yang terakhir. Di dalamnya tersirat bahwa Kristus adalah jalan satu-satunya menuju kepada Allah, sesuai dengan apa yang dikatakan Yesus sendiri dalam Yoh. 14:6, “Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup, tidak seorangpun datang kepada Bapa(Allah) kalau tidak melalui Aku”. Secara sederhana, tidak ada orang yang tidak percaya kepada-Nya yang akan masuk ke surga. Seseorang yang memakai jalan lain tidak akan sampai kepada apa yang ditujunya, tetapi akan mengalami tujuan yang sesat. Dapat juga diartikan bahwa tidak ada kebenaran mutlak selain di dalam Yesus Kristus karena yang ada di luar Yesus Kristus hanyalah pengertian atau penafsiran orang tentang kebenaran yang relatif, dapat keliru dan terus berubah-ubah.
Pada hakekatnya finalitas karya Kristus tidak bergantung kepada ajaran Kristen, pengakuan gereja, pembelaan orang Kristen, pemahaman teologisnya ataupun pengalaman agamawi seseorang. Walaupun semua itu penting tetapi hakekat dari finalitas Kristus melampaui segala fenomena,pemahaman dan pengalaman orang Kristen. Finalitas karya Kristus ada pada diri-Nya sendiri sebagai Allah yang berinkarnasi, kekal, suci dan mahakuasa. Finalitas Kristus tidak tercipta di dalam proses waktu karena Ia adalah yang awal (Alfa) dan yang akhir (Omega). (Wahyu 21:6). Jati diri Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat ada karena Ia sendiri yang menyatakan-Nya : “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?“ Maka jawab Simon Petrus: ”Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!“ Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.“ (Mat 16:17-17). Jadi jika kita mengaku sebagai seorang Kristen, tetapi salah di dalam pengenalan kita akan Yesus, maka hal ini akan berakibat fatal dalam keseluruhan hidup kita. Kefatalan ini akan tersingkap di dalam hal bersikap, berpikir, berbicara dan bertingkah laku yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang Yesus ajarkan.
Demikianpun dengan penganut teologi pluralisme yang menolak finalitas Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat satu-satunya. Walaupun Alkitab sudah jelas-jelas menyaksikan bahwa Yesus Tuhan dan Juruselamat satu-satunya. Tetapi jikalau Yesus bukan sepenuhnya Allah, bagaimana mungkin Ia dapat menjadi Juruselamat bagi kita semua. Dan jika Ia adalah Allah tetapi tidak melakukan sesuatu untuk menebus dosa-dosa kita, maka Ia juga bukan Juruselamat bagi kita. Alkitab menyaksikan bahwa Yesus menjadi Juruselamat karena Ia melakukan pekerjaan penebusan bagi dosa-dosa kita dan Yesus dapat memenuhi syarat untuk menjadi Juruselamat kita semua. Perlu kita mengingat bahwa Yesus bukan hanya dapat menyelamatkan manusia berdosa, tetapi Ia sudah menyelamatkan manusia berdosa. Kesempurnaan hidup Yesus merupakan suatu keharusan yang mutlak sebagai pra-syarat sebagai Tuhan dan Juruselamat:
1. Kesucian hidup yang sempurna. Yesus berkata “Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?” dan musuh-musuh-Nya tidak membuktikan. Hal ini menunjukkan Yesus sungguh-sungguh manusia yang sempurna. Di dalam PL semua korban yang dipersembahkan harus baik dan tak bercacat cela. Ini sebagai syarat mutlak di dalam pengampunan. Jika demikian Yesus memenuhi syarat sebagai korban penghapus dosa-dosa umat manusia.
2. Ketaatan yang sempurna. Setelah Adam pertama gagal di dalam menjalankan ketaatannya, maka Yesus sebagai Adam kedua dapat membuktikan bahwa Ia sempurna di dalam menjalankan ketaatan-Nya kepada Allah.
3. Pengantara dan Imam Besar yang sempurna. Keterhilangan dan keterjualan manusia ke dalam dosa, membuat manusia terbelenggu dengan dosa. Hanya Yesus yang dapat meyelesaikan problema keberdosaan manusia ini, dengan jalan Ia sendiri menjadi penebus dan pengantara antara manusia yang berdosa kepada Allah yang suci. Yesus adalah Allah yang mengerti pergumulan dan penderitaan dari anak-anak-Nya dan Yesus merindukan supaya anak-anak-Nya ini selalu hidup berkenan kepada Allah dan memuliakan Allah dalam keseluruhan hidupnya.
Yesus sendiri yang menubuatkan tentang kematian-Nya dan kebangkitan-Nya. Kematian Yesus yang pro-aktif dan kebangkitan-Nya yang nyata membuktikan bahwa Ia sungguh Allah yang layak menjadi Juruselamat. Tidak ada pemimpin agama atau pendiri-pendiri agama yang seperti Yesus, dimana Ia tetap hidup menyertai pengikut-Nya.
Kebangkitan Yesus membuktikan bahwa apa yang tercatat di dalam Injil dan keseluruhan Alkitab tentang Kristus itu bukan “mitos dan metaphor” seperti apa yang dipercayai oleh tokoh-tokoh teologi univeralisme. Kebangkitan Yesus memberi kepastian bahwa yang kita percayai tentang Yesus di dalam sejarah Alkitab, sungguh-sungguh benar dan bukan rekayasa dari para penulis Alkitab, tetapi sungguh-sungguh inspirasi dari Allah. Paulus berkata, “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.” (I Kor 15:17). Kepastian keselamatan dan pengampunan yang di dasarkan pada kubur yang kosong dan Kristus yang telah bangkit dari kematian. Membuktikan apa yang Yesus katakan mengenai seluruh hidup dan karya-Nya adalah sungguh-sungguh benar, bukan mitos dan hal itu menyatakan Yesus adalah Tuhan.
Tuhan Yesus bukan saja menubuatkan kematian-Nya dan kebangkitan-Nya saja, tetapi juga mengenai kenaikan-Nya ke sorga dan pemuliaan-Nya. Para murid Yesus dapat melihat peristiwa kenaikan Tuhan Yesus ke sorga. Setelah naik ke sorga, Allah Bapa memberikan kepada-Nya tempat yang mulia di sorga. Allah telah, “mendudukkan Dia disebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut.” Kristus mempunyai kedudukan yang berkuasa dan mulia di sorga. Kenaikkan-Nya ke sorga dan pemuliaan-Nya sangat mendukung seluruh karya penebusan-Nya sebagai Juruselamat satu-satunya. Kita percaya bahwa Kristus sudah pergi untuk menyiapkan tempat bagi kita di sorga.
Finalitas Kristus adalah kebenaran terakhir, bukan karena ajaran-ajaran yang bermoral tinggi atau pengetahuan tentang Allah (sekalipun hal itu benar), tetapi didasarkan pada kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya untuk memperdamaikan orang berdosa dengan Allah. Pengorbanan Kristus adalah anugerah Allah sendiri untuk menjembatani jurang yang tidak dapat diseberangi oleh kebaikan, moral tinggi, dan ajaran kebaikan manusia, tetapi hanya inisiatif Allah. Kristuslah satu-satunya yang sudah melakukannya dan layak melakukannya karena Dialah Anak Allah yang telah ditetapkan untuk hal itu. Dengan demikian finalitas Kristus tidak boleh diremehkan dan dikhianati, karena merupakan kebenaran yang mutlak dan berharga. Finalitas Kristus juga tidak boleh dipakai untuk merendahkan agama orang lain. Finalitas Kristus di dalam keunikan dan keeklusivannya harus diimani dengan penuh toleransi terhadap agama-agama lain.

Peran Gereja dalam mewujudkan kemisionerannya
Pada hakekatnya kekristenan dapat dikategorikan sebagai agama juga, walaupun pada saat yang sama melampaui karakteristik agama-agama yang ada dalam hal anugerah iman dan wahyu supranatural. Lebih dari itu, kekristenan bersifat agama missioner yang berarti menuntut suatu penyebaran, perluasan dan pewartaan. Dalam perluasan, suatu agama memerlukan komunikasi berita kepada orang lain. Pengkomunikasian tersebut mutlak perlu bagi suatu agama yang ingin berkembang, bertahan dan berdamai dengan agama-agama lain. Tanpa dikomunikasikan, maka suatu agama itu menjadi statis, terpendam, layu dan mati dimakan zaman. Jadi komunikasi adalah kebutuhan dasar dalam mewartakan Injil.
Dalam hal ini metode komunikasi bisa saja berbeda-beda, baik itu dialog, apologetic atau komunikasi langsung, tergantung konteks di mana kita berada. Misalnya menyampaikan Injil dengan tetangga, teman kerja, orang yang baru dikenal tentunya memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Di sinilah dibutuhkan hikmat dalam mengkomunikasikan Injil itu. Tetapi meskipun demikian kualitas berita Injil itu jangan sampai mengalami reduksi atau pengkhianatan. Berita finalitas karya Kristus seharusnya menjadi power dalam mewartakan Injil. Bukankah dalam surat Roma 1:16-17 mengatakan “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman." Toleransi bukanlah teologi melainkan suatu sikap etika yang tentu harus dibangun diatas prinsip-prinsip kebenaran. Dalam perspektif Kristen, etika toleransi adalah etika yang bersumberkan pada prinsip-prinsip kebenaran Kristen dan teologi Kristen.
Menjadi jemaat misioner itu menuntut komitmen dan konsistensi kita kepada Kristus, terutama dalam pemberitaan pertobatan. Penginjilan bukanlah bermaksud merendahkan agama orang lain. Justru penginjilan menghargai agama-agama orang lain karena tidak memaksa, sebab orang masuk dalam keluarga Allah semata-mata hanya karena anugerah Allah. Dengan kata lain Injil itu sendirilah yang akan mengoperasikan diri-Nya sendiri sehingga orang pilihan Allah dapat percaya. Amen!

No comments:

Post a Comment