Friday 14 January 2011

Book Review Norma Cook Everist

Book Review

(Norma Cook Everist, The Church As Learning Community, Nashville: Abingdon Press, 2002)

Everist memberikan sebuah pemaparan yang sangat penting menyangkut dengan model pembelajaran di gereja yang relevan, berdampak dan memilki dasar Alkitab yang kuat. Dalam pembahasan buku ini dibagi dalam tiga bagian besar yaitu berkumpul untuk belajar bersama-sama, tantangan dalam pertumbuhan iman dan yang terakhir gereja bisa diutus untuk melayani. Penulis mengarahkan setiap pembaca untuk memikirkan ulang model pembelajaran yang ada di gereja dan salah satu yang menjadi penekanan dalam bukunya yaitu belajar dalam sebuah komunitas.

Komunitas sangat berperan penting dalam pembelajaran. Khususnya dalam mendewasakan iman seseorang. Kadang kala iman harus mengalami pengujian ketika terjun dalam sebuah komunitas. Dan Sesungguhnya gereja adalah komunitas. Namun komunitas yang dimaksud bisa saja berbeda-beda baik itu secara kuantitas maupun secara kualitas. Everist mengatakan bahwa kadang kala di dalam komunitas dibagi menjadi dua bagian yaitu guru dan murid/pembelajar. Namun dalam komunitas learning, Everist mengatakan bahwa “In the christian learning community where all become speakers of the word as well as hearers, where the three year old is teacher and the seventy six year old is learner,the word comes round once more, as a gift. Jadi semua peserta atau anggota bisa mengemukakan pendapat dan kadang kala pendapat itu menjadi guru bagi setiap anggota komunitas. Sesungguhnya pola komunitas ini telah ada di dalam alkitab, bahkan pola pembelajaran dalam komunitas sudah dimulai dalam budaya atau tradisi yahudi dan diteruskan di dalam PB, Everist mengutip surat Paulus kepada jemaat di Korintus yang pertama. Dia mengatakan bahwa konsep komunitas dalam surat Paulus sangat jelas sekali yang mengatakan bahwa kita adalah orang-orang kudus yang punya hak yang sama di mana hak yang diberikan itu bersifat anugerah kepada kita ketika belajar dalam sebuah komunitas. Dalam pembelajaran komunitas juga selalu ada jalinan kasih dan kepedulian, walaupun mungkin tidak selalu bersama-sama secara fisik, tetapi dalam hal keterikatan emosi senantiasa tercipta, sehingga setiap anggota tidak merasa hidup sendiri.

Kadang kala keefektivan belajar dalam komunitas tergantung bagaimana mengcreate dengan kreativ proses pembelajarn yang tercipta di dalamnya. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dalam satu komunitas memiliki masalah, karakter, kebiasaan atau budaya yang berbeda-beda. Seorang leader harus mengcover semua kebutuhan anggota gereja, minimal mereka merasakan bahwa perhatian itu dirasakan oleh mereka. Kadang kala mereka mengancam untuk tidak datang lagi karena ada masalah intern atau kadang kala ada yang tidak bisa berbicara dan masih banyak lagi persoalan-persoalan yang timbul. Oleh sebab itu beberapa usulan dari Everist bahwa seorang leader harus memiliki: Safe, trustworthy, hospitable, healthy boundaries. Sementara karakter di antara anggota komunitas juga harus dibangun misalnya: Strenght, Patience, Joy, and Freedom. Memang tidak mudah untuk melakukan, tetapi kalau hal ini tercipta akan memberikan dampak kepada anggota yang lain bahkan kepada lingkungan pergaulan kita. Everist mengatakan bahwa scope dari pembelajaran di lingkungan bisa dilakukan di dalam kelas, keluarga, gereja, tetangga, Gereja besar, bangsa, dan lain sebagainya.

Melakukan pembelajaran di dalam komunitas memerlukan metode-metode yang sangat baik yang tentunya sesuai dengan kebutuhan komunitas tersebut. Karena kadang kala metode yang digunakan membosankan dan akhirnya komunitas tersebut tidak hidup. Everist menawarkan 8 aspek dalam melakukan pembelajarn di komunitas yaitu: Community, Confrontation, Study, Discussion, Individual, Reflection, Experience, Presentation.

Seiring dengan berjalannya waktu, seorang kristen harus bertumbuh dalam sebuah komunitas. Namun tantangan yang dihadapi ternyata tidak mudah. Menggumuli akan iman merupakan perjalanan seumur hidup dan itulah yang dikatakan oleh Everist bahwa pembelajaran dalam sebuah komunitas membutuhkan waktu yang panjang. Dalam bukunya dia membahas beberapa pandangan-pandangan dalam membagi setiap fase-fase umur manusia. Namun yang jelas dari setiap pakar tersebut sudah memikirkan di dalam kesadaran mereka bahwa mulai dari lahir sampai matinya manusia itu mereka harus menikmati proses pembelajaran dalam komunitas baik itu secara informal maupun formal. Everist mengatakan dalam mengembangkan sebuah komunitas perlu beberapa unsur yang harus dierhatikan ketika merencanakan proses pembelajaran, yaitu: The people, the setting, the text, central theme, objectives, cognitive, affective, Life-related, gathering, moving into new learning, responding to learning, expanding the learning, extended possibilities, and after the session/ evaluasi.

Keberadaan gereja sebagai konfirmasi dari sebuah komunitas. Di dalam komunitas itu masih terdapat orang-orang yang berjuang dengan iman dan kehidupan moral. Gerejalah tempat orang untuk mengkonfirmasi dan menguji kehidupan dan pemahaman kebenaran yang selama ini diyakini. Namun perlu disadari seperti yang dikatakan Everist bahwa we do not make our confirmation. God confirms what God has done already in baptism. The communion of saints, the body of Christ, is called confirm one another in the faith, the proclaim,instruct, educate, nourish, and support one another.

Salah satu tantangan dalam pembelajaran di komunitas yaitu memperlengkapi orang-orang supaya bisa menjadi pengajar , sehingga regenerasi tetap berjalan. Kadang kala gereja mau mendapatkan guru tetapi mereka tidak mau memperlengkapi. Paulus mengatakan dalam surat di Efesus bahwa para pemimpin gereja harus memperlengkapi orang-orang kudusnya untuk sebuah kelanjutan pelayanan. Everist mengatakan ada beberapa tahap yang harus dilalui ketika gereja mau memperlengkapi orang-orang kudusnya, yaitu: preliminary, preparatory, Immediate, Concurrent, Post and perspective. Dalam mempersiapkan seorang guru, beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: pengetahuan biblika, pengetahua teologi, methodology, developmentally, administratively and spirituality.

Proses pembelajaran yang terjadi di komunitas tidak boleh hanya berhenti di komunitas itu saja. Tetapi mereka harus diutus ke dunia luar untuk memberikan pembelajaran kepada mereka yang juga membutuhkan Injil.

Pembelajaran di komunitas juga harus memberikan connecting kepada panggilan gereja di mata dunia. Banyak gereja menghabiskan segala sumber daya untuk kepentingan mereka sendiri. Pada hal Tuhan memerintahkan kita untuk keluar memberitakan Injil. Gereja harus menjalin relasi dengan dunia untuk sebuah kepentingan yang agung yaitu membawa mereka untuk berjumpa secara pribadi dengan Tuhan Yesus.

Pendidikan di gereja lokal harus menjangkau dunia yang sangat pluralistic. Everist mengatakan bahwa every parish is set in larger cultural context that is full of competition for the parishioners’ loyalty. Even “secular” society religious questions pervade our lives, and the popular answer add up to a rich and sometimes confusing pluralism. Gereja harus menemukan cara untuk mendekati dunia yang sangat plural tetapi tanpa mengorbankan kebenaran-kebenaran yang bersifat ortodoks.

Dari buku ini memberikan banyak pengetahuan baru bagi pembaca, khususnya bagaimana menciptakan dan merancang budaya belajar di lingkungan gereja. Salah satu kekuatan buku ini sangat komprehensif dalam menjabarkannya. Dari pembacaan juga, saya bisa menyadari bahwa kekuatan pembelajaran di setiap komunitas sangat dahsyat. Yang walaupun penulis juga menyadari bahwa tidak mudah untuk mengelolah atau membangun proses pembelajaran di komunitas.

No comments:

Post a Comment