Thursday, 23 January 2025

3 Tahun Pelayanan Klasis Makassar Timur

 

Refleksi 3 Tahun Perjalanan Pelayanan Klasis Makassar Timur

 

Nisi Dominus Frustra (Tanpa Tuhan, Frustasi)

“Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi”

Mzm 121:2

 

Setiap kita mungkin pernah  dalam posisi ditolong dan juga menolong. Sebuah keadaan yang sangat umum dialami oleh umat manusia. Bahkan sebuah dambaan kita apalagi di masa-masa sulit ada yang bisa memberikan pertolongan. Memang tidak bisa dipungkiri kalau kita dalam poisisi ditolong berarti itu menggambarkan bahwa ada ruang-ruang dalam hidup kita yang sangat terbatas dan perlu mendapatkan perhatian dari pihak luar, atau ada lubang-lubang dalam hidup kita yang perlu ditutupi oleh orang lain atau pihak luar.

 

Dalam perjalanan organisasi pun juga demikian. Sebuah keniscayaan bahwa gereja tidak bisa berjalan sendiri tanpa membutuhkan pihak-pihak dari luar. Entah itu dalam bentuk support sistem, tools, ide, dana, dan lain sebagainya.  Meskipun semua itu bisa memberikan bantuan supaya gereja tetap eksis, namun dalam banyak aspek kadangkala menemui banyak jalan buntu. Hal itu disebabkan dengan banyak faktor, mungkin saja toolsnya tidak cocok dengan kebutuhan kita, mungkin juga idenya cocok tapi ternyata harus ada timbal balik dari keuntungan ide yang didapatkan sehingga menambah beban tersendiri.

 

Kalau demikian ke mana lagi gereja mengharapkan pertolongan karena pihak-pihak yang di sekelilingnya tidak bisa diharapkan ? Pemazmur mengingatkan kita kembali bahwa dalam keadaan yang tidak ideal, dalam keadaan keterbatasan yang senantiasa menghantui iman dan pemikiran kita, dalam pengamatan yang membuat mata bisa menjadi gelap melihat sesuatu yang baik, ternyata masih ada TUHAN yang dapat menjadi sandaran untuk meminta pertolongan.  Langit dan bumi ada dalam kuasa dan kendali Tuhan termasuk gereja dan orang-orang yang ada di dalamnya. Seberapa besar pun goncangan yang dihadapi oleh gereja, pertolongan Tuhan jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan segala hal yang terjadi.

 

Tiga tahun perjalanan Klasis Makassar Timur tentunya sejalan dengan juga dengan Pertolongan Tuhan. Kehadiran Tuhan dalam perlananan Gereja-Nya di Klasis Makassar Timur layak disyukuri dan dimaknai sebagai penggemabalaan Tuhan yang real dan konsisten.  Apabila meminjam semboyan kota Edinburgh, Scotlandia dalam bahsa Latin:   Nisi Dominus Frustra (Tanpa Tuhan, Frustasi)  saya berpikir tidaklah berlebihan bahwa ketika Klasis Makssar Timur senantiasa menghadirkan Tuhan dan mengharapkan Pertolongan-Nya maka rasa frustasi itu akan jauh.  Ketika pelayanan dikerjakan dalam bingkai pertolongan Tuhan, maka di sana selalu ada damai sejahtera dan sukacita melayani. Oleh sebab itu kita yang sudah mendapatkan banyak pertolongan Tuhan, baiklah kita nyatakan juga kepada sesama kita atau terhadap lokal yang lain, seperti yang Paulus katakan kepada Jemaat di Galatia “bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal. 6:2). Tidak bisa dipungkiri dengan memberikan pertolongan kepada orang lain atau gereja lokal lain, sudah pasti pengorbanan akan siap menanti, dan bisa jadi kita kehilangan banyak hal dalam genggaman kita. Namun saya percaya janji Tuhan dan Pertolongan Tuhan akan terus dinyatakan supaya berkat pemeliharaan Tuhan akan dilimpahkan.   

 

 

Semoga warga KIBAID yang ada di Klasis Makassr Timur tidak akan pernah menyerah dan terus berjuang untuk menghadirkan sebuah tradisi ilahi saling tolong menolong.  Semoga antar gereja lokal tidak akan pernah kelelahan dan letih untuk memberikan citra kerajaan Allah dalam hal saling tolong menolong, walaupun di sana terlalu banyak tantangannya.

 

Selamat menantikan dan mengalami pertolongan Tuhan, dan jangan lupa teruskan Pertolongan Tuhan kepada mereka yang membutuhkan. Amen

 

Dirgahayu Gereja KIBAID Klasis Makassar Timur

 

Makassar, 22 April 2024

 

 

Pdt. Jaffray Sandang

Monday, 25 November 2024

Ibadah Perayaan Natal : Masihkah Menampilkan Wajah Natal yang Sesungguhnya ?

 

Pernahkah terlintas dalam pemikiran kita, bahwa di saat kita mempersiapkan Ibadah Perayaan Natal atau sementara Ibadah Natal, kira-kira Tuhan senang tidak dengan apa yang kita lakukan sekarang? Mungkin pertanyaan ini terkesan konyol, ingin menghakimi, dan bahkan mungkin tidak relevan dengan  kita yang sudah berkali-kali merayakan Natal. Namun sebagaimana yang kita saksikan bersama-sama, praktek-praktek merayakan Natal sudah melebur dirinya menjadi sebuah budaya yang dapat dikomersialkan dan memberikan kepuasan tersendiri . Berkembang di kalangan komunitas iman, bahwa Natal itu identik dengan pesta, makan-makan, dekorasi, bazar, mengumpulkan dana berjuta-juta dan lain sebagainya. Sehingga tidak sedikit praktek-praktek ibadah perayaan Natal dipenuhi dengan tindakan-tindakan yang tidak sehat, misalnya tidak disiplin selama ibadah berlangsung, lebih menekankan yang lahiriah daripada batiniah, yang mengakibatkan Kristus tidak terlihat sepanjang ibadah berlangsung.

Memang apabila mengacu kepada sejarah praktek merayakan Natal itu sendiri memiliki kisah yang unik. Dikisahkan demi menarik simpati warga Romawi para penghulu Kristiani pada zaman itu menerapkan inkulturasi damai. Pesta klasik Romawi yang sangat populer demi menghormati dewa matahari diadopsi sebagai perayaan Kristiani. Atas inisiatif Kaisar Konstantinus diadakan Konsili Nicea (325) yang menetapkan: pesta munculnya Dewa Matahari direklamasi jadi Natal, yaitu mengenang kelahiran Isa Almasih yang adalah cahaya dunia dan matahari keadilan.     Selama tiga abad sebelumnya umat Kristiani tak mengenal perayaan kelahiran Isa Almasih. Untuk pertama kalinya Natal dirayakan tahun 336 di Roma. Dari sinilah mulai berkembang bentuk-bentuk perayaan Natal dengan segala refleksi yang dilakukan oleh manusia, yang sayangnya seiring berjalannya waktu terkesan tidak lagi menampilkan wajah Natal yang sesungguhnya yang digambarkan di dalam Alkitab, khususnya ketika melakukan tindakan Ibadah Komunal.

Ibadah adalah tanggapan hati orang percaya kepada Allah. Umunya dalam mempercakapkan tentang Ibadah terbagi menjadi 3 bagian yang kadangkala saling mengisi, melengkapi, dan kadang kala tumpang tindih, yaitu: Pertama, Ibadah dalam arti yang luas meliputi seluruh unsur kehidupan sehari-hari (band. Rm.12:1). Kedua, memahami Ibadah sebagai Kebaktian Hari Minggu atau Kebaktian lainnya yang menghimpunkan sekian banyak umat untuk melakukan tindakan beribadah dalam waktu dan tempat yang telah diatur. Ketiga, pemahaman Ibadah hanya terbatas ketika membicarakan tentang bagian musik, puji-pujian, Liturgi, style atau model ibadah, drama atau yang terkait dengan ekspresi seni.

Dalam kesempatan ini penulis menyoroti berbagai tindakan-tidakan ibadah yang dilakukan secara komunal dalam perayaan Natal. Ibadah dalam aspek ini sebagai respons setiap individu dan komunal untuk memaknai kehadiran Kristus sebagai Putra Natal yang menyelamatkan. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa sejak dari awal manusia diciptakan tujuannya adalah Beribadah kepada Tuhan, di mana Allah akan menyingkapkan Diri-Nya dan memberikan berbagai petunjuk-petunjuk seperti apa manusia memandang Allah dan memberikan respons secara tepat dan benar. Sehingga tidak heran  Marthin Luther juga mengatakan bahwa “to know God is to worship him”. Ibadah dalam iman Kristen bukanlah sebuah pilihan tetapi menjadi keharusan dan bagian dari respons kita atas keselamatan yang Tuhan berikan.  

Bercermin kepada peristiwa Natal yang dipenuhi dengan begitu banyak tokoh atau kelompok menggambarkan sebuah ketundukan manusia kepada Allah dan bagaimana Berita Natal telah menghidupkan harapan mereka untuk menjalani hari-hari ke depannya. Nyanyian Pujian Maria dalam Luk. 1:46-55 begitu eksplisit menggambarkan tindakan, suasana hati serta respons Maria ketika menyadari bahwa Anak yang ada di dalam kandungannya adalah Sang Juruselamat yang akan memberikan keselamatan. Seandainya nyanyian Pujian Maria ini dituangkan dalam bentuk Ibadah Komunal akan sangat menarik dan menampilkan Wajah Sang Bayi Natal secara lugas dan terhormat. Betapa tidak Maria menyadari bahwa jiwanya memuliakan Tuhan dan sangat bergembira bukan karena apa-apa, tetapi semata-mata karena Allah telah memperhatikan dia dan keturunannya untuk merasakan dan mengalami rahmat dan cinta kasih Tuhan. Maria mengingat sejarah penebusan yang pernah diungkapkan oleh Allah sendiri melalu bangsa Israel.

Kemudian respons gembala-gembala yang dicatat dalam Luk. 2:8-20 memberikan catatan tersendiri dalam berbagai kebingungan mereka dijumpai oleh Malaikat terkait berita Natal yang menghasilkan respons yang tepat dan sangat humble. Sebuah motivasi yang kuat untuk cepat-cepat dan sesegra mungkin menemui Sang Bayi Natal yang dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan. Perjumpaan para gembala dengan Bayi Natal memandu mereka untuk menyembah dan memuliakan Tuhan serta memperkatakan segala apa yang telah mereka dengarkan dari Malaikat dan pengalaman mereka berjumpa dengan Sang Bayi Natal. Kalau dibuatkan juga dalam bentuk tindakan ibadah secara komunal akan memberikan nuansa yang sangat Ajaib dan memberikan perubahan hidup. Dalam ketakutan yang melingkupi mereka, tersimpan sebuah kesederhanaan untuk membuka hati dan pikiran mereka menerima lawatan Tuhan dan tanpa tedeng aling-aling, dengan semangat yang tinggi segera berjumpa dengan Bayi Natal. Perjumpaan itu membawa Tuhan dipuji dan dimuliakan serta membawa sebuah makna baru dalam hidup para gembala.

Berdasarkan narasi Natal di atas, dapat memberikan gambaran-gambaran seperti apa wajah Natal yang sesungguhnya, yaitu:

 

Tuhan Dimuliakan

Ketika ibadah perayaan Natal dirancang dan direncanakan, doa-doa yang dipanjatkan selalu mengacu kepada semoga Tuhan dimuliakan. Bahkan dalam rapat-rapat kepanitiaan Natal, ketua panitia atau anggota panitia sekalipun akan selalu mengingatkan “ini untuk kemuliaan Nama Tuhan”. Bahkan tidak jarang ungkapan ini acapkali dijadikan senjata untuk menembak apabila ada orang-orang tertentu yang memberikan indikator tidak sehat dalam merencakan Natal. Tindakan-tindakan dalam ibadah merayakan Natal semuanya harus dalam bingkai Memuliakan Nama Tuhan dan bukan memuliakan manusia. Namun dalam kenyataannya dalam beberapa moment ibadah, kadang kala hal ini terlupakan oleh setiap umat. Fokusnya bukan lagi memuliakan Tuhan tetapi memalukan Tuhan.

Saya mengapresiasi tim altar yang berbulan-bulan Latihan mempersiapkan segala sesuatunya untuk ibadah dan bahkan tidak sedikit pengorbanan yang mereka berikan, dan penampilan mereka luar biasa di atas panggung. Namun sayang sekali antara di atas podium/panggung dengan kejadian setelah mereka diharapkan mendengarkan suara Tuhan melalui khotbah tidak sesemangat yang diharapkan. Bahkan ketika doa syafaat berlangsung, seolah-olah mereka memisahkan diri dari tindakan liturgi tersebut. Dalam survey yang saya edarkan cukup mengagetkan rupayanya sekitar 72 % responden melihat tim altar kadang kala tidak duduk tenang ketika khotbah berlangsung dan bahkan ada 4,5% responden tidak pernah melihat tim altar duduk tenang mendengarkan khotbah.

Kemudian bayangkan bapak ibu ketika kita sudah berkorban dalam pelayanan khususnya mulai dari persiapan sampai Ibadah Natal, namun yang kita dapatkan hanyalah kritikan dan komentar yang tidak membangun oleh karena Ibadah Natal menampilkan sesuatu yang membosankan, konsumsi Natal kurang, belum lagi dekorasi yang tidak sesuai tema Natal. Kira-kira kita tetap berdiri tegak mengikuti Ibadah perayaan Natal ataukah melarikan diri? Ini adalah salah satu contoh di antara sekian banyak contoh yang mengingatkan kita bahwa sebenarnya Ibadah yang kita lakukan memuliakan Tuhan atau manusia? Sebanyak 77,8 % responden melibatkan diri dalam Paduan Suara/Vocal Group Natal. Bayangkan kalau lagu yang kita nyanyikan tidak ada yang merekam, tidak ada yang memuji, dan bahkan tidak terdengar dengan baik karena sound system/musik bermasalah, kira-kira apa tindakan kita? Kadang kala sebagian anggota peserta paduan suara marah-marah ke bagian operator multimedia, sampai-sampai mengeluarkan kata-kata yang kurang pantas, padahal kita sementara ibadah. Kira-kira apakah Tuhan dimuliakan? Sesungguhnya banyak tindakan-tindakan individu dalam Ibadah perayaan Natal tidak menampilkan wajah Natal yang sesungguhnya yaitu Tuhan dimuliakan. Tentunya hal ini menjadi awasan dan bahan evaluasi setiap kita untuk memastikan bahwa setiap gerak gerik kita dalam tindakan beribadah bermuara kepada satu titik yaitu TUhan dimuliakan dan dihormati. Itulah sebabnya beberapa gereja presbiterian dan mainstream menempatkan lagu “Muliakanlah” dalam KJ No.100 atau “Hormat Diberi bagi Allah” NKI No. 304 yang terinspirasi dari Nyanyian Malaikat dalam Luk. 2:14 dinyanyikan di setiap akhir Ibadah.

 

Mengalami Perjumpaan dengan Tuhan

Kalau di luar sana banyak orang merayakan Natal tanpa Yesus, tetapi dalam Ibadah perayaan Natal tidaklah demikian. Ibadah merupakan perjumpaan kita dengan Tuhan. Dalam perjumpaan itu terjalin relasi yang hormat kepada yang dijumpai karena yang akan dijumpai ini adalah Sang Pencipta dan Penguasa alam semesta. Namun kesadaran itu seringkali tidak tergambar dalam tindakan-tindakan beribadah kita. Seringkali kita hanya fokus membangun relasi dengan manusia dalam ibadah dan lupa kalau ada Tuhan yang menunggu kita untuk berbicara dan berkomunikasi dengan-Nya. Makanya terlalu gampang kita kecewa dalam ibadah atau terlalu mudah kita kehilangan konsentrasi karena kita tidak ingat bahwa saat itu kita berhadapan dengan karakter-karakter dan Pribadi Allah.

Makanya banyak jemaat yang mengikuti ibadah perayaan Natal dan bahkan terlibat dalam kepanitiaan, tetapi tidak memberikan dampak sama sekali dalam perubahan hidup. Karakter tidak berubah, pola pikir tidak serupa dengan Kristus, tidak mau mengampuni dan bahkan acuh tak acuh dengan kehidupan kerohaniannya. Apakah ibadahnya yang salah? Ataukah individunya yang tidak mengalami perjumpaan dengan Tuhan? Sekiranya ibadah perayaan Natal menampilkan wajah Natal yang sesungguhnya dengan mengalami kehadiran Kristus, pasti akan bersifat transformasi hidup. Sehingga Natal yang diikuti setiap tahun tidak hanya bersifat kenangan tetapi lebih dari itu memberikan perubahan-perubahan nyata.

Sangat disayangkan kita sudah mengahbiskan dana berjuta-juta, mengorbankan waktu dan tenaga, tetapi Tuhan tidak senang dengan ibadah kita karena kita berelasi dengan yang lain pada saat ibadah berlangsung. Kita berelasi dengan HP, ngobrol dengan orang lain, mencari-cari kesalahan panitia pada saat ibadah, menjadi juri tak terlihat pada saat persembahan pujian, keluar masuk pada saat ibadah berlangsung dan berbagai praktek lainnya yang sejatinya menjauhkan kita dalam berelasi dengan Tuhan. Kiranya semuanya ini akan menjadi alert untuk lebih sungguh-sungguh lagi dalam mengikuti ibadah perayaan Natal.  

 

Ibadah yang disertai rasa CUKUP

          Para gembala ketika berjumpa dengan Sang bayi Natal, itu sudah cukup bagi mereka sebagai bekal dalam mengarungi jalan-jalan hidup mereka ke depannya. Termasuk Maria dan Yusuf ketika menerima firman dari Tuhan melalui Malaikat memberikan gambaran bahwa Penyertaan Tuhan sudah cukup bagi mereka untuk menjalani proses mengandung sampai kelahiran Sang Imanuel. Ibadah Perayaan Natal memang memberikan banyak godaan untuk lebih dan lebih lagi dalam menampilkan sesuatu yang wah dan dapat membekas di sanubari jemaat. Namun pernahkah kita merenungkan bahwa ketika Natal pertama di Alkitab dipenuhi dengan begitu banyak rasa kecukupan dan bahkan lebih dari cukup. Cukup berarti apa yang paling esensial sudah diperoleh dan yang lain tidak lagi penting. Kalau ada syukur, kalau tidak ada pun juga bersyukur. Inilah esensi dari kata Cukup.

Manusia menciptakan simbol-simbol perayaan sebagai ungkapan makna dan penghayatan pada hari kelahiran Anak Allah. Namun seiring berjalannya waktu, justru simbol perayaan tersebut memburamkan esensi sejati Natal itu sendiri. Ibadah menjadi tentang KITA dan bukan tentang Kristus yang adalah Tuhan dalam hidup kita. Tanpa kerendahan hati, perkenaan Tuhan yang seharusnya menjadi sesuatu yang dikejar tetapi pada akhirnya kita terjebak bagaimana ibadah kita mendapatkan apresiasi dari orang-orang yang hadir.

Banyak pantia melakukan berbagai macam cara untuk melakukan pencarian dana supaya memenuhi target proposal yang mereka ajukan. Dan bahkan tidak sedikit pencarian dana Natal kadang menyebrang pulau dan bahkan negara demi membeli pohon Natal yang baru, konsumsi di atas standar, dekorasi yang mewah, baju seragam Paduan suara, dan lain sebagainya. Padahal tanpa pernak Pernik semuanya itu, kita bisa melakukan ibadah Natal. Tanpa lampu kelap kelip, Natal sudah cukup memberikan pengahrapan dan kedamaian. Tanpa seragam atau baju baru, Natal sudah cukup membaharui hati kita yang kotor dan najis. Esensi ibadah Natal bukan terletak pada pernak Pernik dekorasi, tetapi Allah memberi Hadiah Terbesar bagi dunia sudah cukup menjadi solusi dari begitu banyak persoalan dunia.

          Tuhan adalah gembalaku, itu sudah cukup memberikan rasa damai dan aman. TUhanlah yang paling esensial dan kita butuhkan. Kehadiran-Nya sudah cukup memandu kita dalam mengalami Ibadah perayaan Natal yang sesungguhnya. Hal ini ditegaskan juga oleh Rasul Paulus kepada Timotius bahwa “memang ibadah itu kalau disertai dengan rasa cukup, memberi keuntungan besar”. Joas Adiprasetya mengatakan bahwa “Cara hidup kitalah yang membuktikan, apakah Tuhan sudah cukup buat kita dan apakah Tuhanlah yang mencukupkan kebutuhan kita. Memperoleh Tuhan adalah cara hidup minimal yang harus kita miliki sekaligus maksimal yang bisa membuat kita berbahagia menikmati ibadah perayaan Natal.

Akhirnya Perry F.Webb mengingatkan kita bahwa: “If you leave church with your faith stronger, your hope brighter, your love deeper, your sympathies broadened, your heart puerer, and your will more resolute to do the will of God than you have truly worshiped” (Jika engkau pulang dari gereja dengan iman yang lebih kuat, harapan yang lebih cerah, kasih yang lebih mendalam, kepedulian yang lebih luas, hati yang lebih murni, dan kehendak yang lebih mantap untuk melakukan kehendak Tuhan, maka engkau sungguh-sungguh beribadah). Kembali pada pertanyaan topik di atas, masihkah Ibadah Perayaan Natal menampilkan wajah Natal yang sesungguhnya? Semoga setiap kita individu yang tergabung dalam ibadah komunal dapat mempersenteskan wajah Natal seperti respons Maria dan para gembala terhadap Sang Putra Natal. Semoga sepulangnya kita dari Ibadah Perayaan Natal akan memberikan sukacita, semangat baru untuk mengasihi Tuhan, semangat mengenakan karakter Kristus, dan menjadi berkati bagi banyak orang.  Selamat Natal 2024

 

Berikut Sebuah Refleksi penulis tentang hasil survey responden mengenai Ibadah Perayaan Natal, yang tentunya tidak bisa dijadikan dasar mutlak sebagai representasi dari umat yang beribadah, tetapi paling tidak memberikan catatan khusus supaya Ibadah perayaan berjalan dengan tertib dan memberkati kita semua.  

1.     Semangat mengikuti Ibadah Perayaan Natal masih cukup tinggi, dan tentunya ini menjadi momen yang sangat baik dan sekaligus sebagai tantangan untuk menghadirkan wajah Natal yang sesungguhnya dalam setiap Ibadah

2.     Sebagian besar responden telah merencakan dan mempersiapkan diri mengikuti ibadah perayaan Natal dengan hadir tepat waktu dan mengikuti kegiatan sampai selesai.  Walaupun ada beberapa responden yang mengusulkan Ibadah perayaan Natal jangan terlalu lama dan kalau boleh waktunya dapat diatur dengan baik

3.     Moment paduan suara pada saat ibadah perayaan Natal masih mendapatkan tempat yang special di mata jemaat, baik jemaat yang mendengarkan maupun anggota paduan suara tersebut. Semangat bernyanyi dalam paduan suara masih cukup tinggi. Hal ini menjadi peluang besar untuk menjadikan komunitas anggota paduan suara memberikan dampak pertumbuhan iman bagi anggotanya

4.     Khotbah dalam ibadah perayaan Natal mendapatkan rating yang sangat tinggi. 100% jemaat fokus mendengarkan khotbah dan bahkan sebagian besar jemaat memiliki kebiasaan membahas materi khotbah Natal setelah ibadah selesai. Walaupun perlu dilakukan pendalaman lagi apakah pembahasannya mencari kesalahan pengkhotbah, memuji penyampaian khotbah ataukah mereka membahasakan ulang materi khotbah kepada orang lain. Hal ini tentunya memberikan semangat para pengkhotbah Natal untuk mempersiapkan materi khotbah dengan baik.

5.     Bunyian alat musik dalam Ibadah juga mendapatkan persentase yang tinggi, mungkin saja para tim altar telah mempersiapkan sedemikian rupa, sehingga bunyi-bunyian alat musik menolong jemaat untuk bernyanyi. Namun beberapa jemaat mengusulkan musik dalam Ibadah harus ditempatkan secara proporsional juga, jangan sampai mendominasi seluruh ibadah perayaan Natal

6.     Persoalan klasik dalam setiap event Natal adalah masalah sound system yang sering bermasalah, banyak responden yang mengeluhkan sound system yang bermasalah dan bahkan dari hasil survey sebagian besar  Pendeta-Guru Injil  tidak menikmati sound system sebagaimana yang diharapkan. Mungkin sudah waktunya dalam melakukan budgeting Natal, harus ada dana untuk penyewaan/pengadaan sound system. Apalagi ditambah dengan suasa Tempat Ibadah Natal yang tidak terlalu nyaman, diperlukan pengeras suara yang mumpuni untuk mendukung kelancaran acara dengan baik.

7.     Sebagian responden rupanya kadang kala mengomentari konsumsi dalam Ibadah Natal. Hal ini menjadi tantangan bagi kita untuk memberikan pemahaman yang sesungguhnya bahwa Natal tidak identic dengan makanan. Kalaupun ada itu adalah bonus alias aksesoris dari Natal itu sendiri. Walaupun sebagian juga tidak mempermasalahkan apakah konsumsinya enak atau tidak. Hal ini Kembali kepada setiap individu.

8.     Ibadah Natal merupakan moment sekali setahun dan ekspektasi responden mengharapkan ibadah ini dapat diatur dan direncanakan sebaik mungkin untuk menampilkan sesuatu yang baru dan tidak membosankan sehingga memberikan kesan tersendiri dalam setiap Ibadah Natal. Pengadaan doorprize adalah hal yang menarik namun tetap memperhatikan waktu dan jangan dipaksakan kalau keadaan tidak memungkinkan

9.     Satu hal yang menarik sekitar 80% responden sering dan kadang-kadang mengajak orang lain mengikuti ibadah Natal di gerejanya. Hal ini menggambarkan bahwa daya Tarik Natal sangat efektif untuk memperkenalkan Kristus kepada jemaat. Di beberapa gereja lokal, momen Ibadah Perayaan Natal dijadikan wadah Ibadah KKR dan Penginjilan.

10. Godaan menggunakan HP dan ngobrol ke orang lain pada saat Ibadah, masih cukup tinggi. Hal ini perlu diantisipasi dan diingatkan terus ke jemaat supaya memaksakan diri untuk tidak tergoda dengan hal-hal tersebut yang membuat ibadah perayaan Natal tidak menjadi berkat. Kadang kala kita mengkritik anak muda yang bermain HP pada saat Ibadah, yang sesungguhnya terjadi juga di kalangan Majelis dan gembala ketika Ibadah berlangsung. Saran ekstrim dari saya kalau tidak terlalu penting, biarkan HP kita tinggal di rumah atau di kendaraan supaya tidak mengganggu dalam ibadah.

 

Wednesday, 30 October 2024

Refleksi Hari Reformasi : Gereja KIBAID OTW PGI

 

Refleksi Hari Reformasi : Gereja KIBAID OTW PGI

(By: Jaffray Sandang)


Setiap tiba tanggal 31 oktober, gereja-gereja diingatkan kembali perjuangan Marthin Luther dan rekan-rekannya dalam mengembalikan beberapa doktrin yang pada waktu itu mengalami penyelewengan dalam memberlakukan dan menafsirkan Alkitab. Akibat penafsiran yang keliru berdampak kepada praksis kehidupan umat dan kehidupan bergereja. Salah satu di antaranya Alkitab hanya dimiilki oleh para elit rohaniawan saja, dan otomatis setiap kebijakan-kebijakan strategis gereja sudah pasti tidak melibatkan jemaat biasa. Marthin Luther melakukan sebuah terobosan dan mengembalikan apa yang sudah pernah dipraktekkan oleh gereja. Sehingga ada yang mengatakan reformasi sesungguhnya bukanlah menciptakan sesuatu yang baru tetapi mengembalikan apa yang sudah pernah ada dalam sejarah masa lampau gereja untuk dihidupkan kembali pada masa kini.

Sebuah ungkapan klasik dalam bahsa Latin yang senantiasa diidentikkan dengan reformasi gereja  adalah “semper reformanda (always reforming)/memperbaharui diri” menjadi nafas dari setiap perjalanan gereja baik itu secara Lembaga maupun secara individu. Dalam bahasa Rasul Paulus  kepada jemaat di Korinstus “dibaharui dari sehari ke sehari”(2 Kor. 4:16b). Ketika gereja tidak punya niat dan tekad yang tulus untuk memperbaharui diri semakin lebih baik akan menjadi gereja yang mati dan tidak meninggalkan legacy untuk dunia. Membaharui diri dari sehari ke sehari tentunya bukanlah sesuatu yang liar dan tanpa rancang bangun yang jelas. Semuanya harus berakar dan terikat terhadap kesetiaan terhadap Alkitab seperti apa yang telah dikumandangkan oleh Marthin Luther (Sola Scriptura).

Apa hubungannya gereja KIBAID dengan hari reformasi? Mungkin secara formal administrasi gereja KIBAID tidak menempatkan tanggal 31 Oktober sebagai hari yang sakral yang perlu diperingati setiap tahunnya. Namun diakui atau tidak diakui seperti apa yang Alister McGrath jelaskan dalam bukunya “Sejarah Pemikiran Reformasi” bahwa akar gereja yang beraliran kaum Injili sesungguhnya memiliiki keterkaitan dengan akar reformasi yang dilakukan oleh Marthin Luther yang mengembalikan INJIL sebagai harta kekayaan gereja yang perlu mendapatkan tempat yang sesungguhnya dan menjadi pelita dalam menerangi setiap jalan-jalan hidup umat-Nya dan praktek bergereja. Gereja KIBAID yang memiliki akar tradisi puritanisme, pietisme, dan fundamentalisme Penginjilan telah menemani gereja ini sampai sekarang. Terlepas dari jatuh bangunnya dalam membangun iman baik itu secara lembaga maupun secara individu telah membawa gereja ini terus membaharui diri dari sehari ke sehari dengan terbuka terhadap berbagai macam perubahan dan tetap mempertahankan identitassnya sebagai gereja INJILI.

Sebuah keniscayaan gereja yang mempraktekkan “semper reformanda” membuka ruang dialog dan berinteraksi dengan berbagai macam aspek kehidupan, baik itu yang sealiran teologi maupun yang berbeda aliran teologi. Salah satu strategi Gereja KIBAID dalam mengefektifkan Penginjilan tertuang dalam renstra 2022-2027  halaman 32 adalah bergabung menjadi anggota Organisasi PGI. Sebuah organisasi yang tahun ini memasuki usia yang ke-74 telah berkiprah di Indonesia sebagai wadah untuk berdialog dan mempertemukan Gerakan Oikumene. Dalam banyak dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh PGI sangat kental terkait dengan gerakan oikumene menghargai perbedaan dan menyatukan apa yang bisa disatukan dalam bingkai Kristus yang adalah Kepala Gereja.

Logo PGI dan Logo Sidang Raya PGI yang Ke-18 pada Tgl 8-14 November 2024, salah satunya menggunakan simbol perahu yang membawa muatan iman, persekutuan, dan pengharapan. Hal ini tersirat bahwa setiap orang yang ada di dalam perahu tersebut memiliki iman yang sama, bersekutu bersama-sama dan memiliki pengharapan yang sama. Kalau tidak ada halangan Gereja KIBAID secara administrasi akan bergabung dalam perahu yang sama, yang rencananya akan diresmikan sebagai anggota PGI dalam Sidang tahun ini di Toraja Utara. Namun bukan berarti selama ini Gereja KIBAID tidak memiliki iman, persekutuan dan pengharapan bersama gereja-gereja yang lainnya, karena sebagaimana tertuang dalam pengakuan iman Gereja KIBAID bahwa mengakui Gereja itu Kudus dan Am. Secara hakekat Gereja KIBAID mengakui dan terikat dengan gereja-gereja lainnya di seluruh dunia dalam sepanjang abad dan tempat di mana Kristus sebagai Kepala Gereja.

Tentunya banyak masukan, komentar, pertanyaan terkait bergabungnya Gereja KIBAID dalam wadah PGI. Akankah membuat Penginjilan yang merupakan roh Gereja KIBAID akan semakin efektif ? ataukah ini hanya sebagai penegasan bahwa secara formal kita juga pengen berjuang bersama-sama dalam satu perahu untuk mewujudkan apa yang menjadi visi misi PGI?. Ataukah ini hanya sebatas wadah untuk membangun ruang dialog antardenominasi demi memperkaya iman dan strategi pelayanan? Ataukah sudah waktunya Gereja KIBAID memperluas sayapnya untuk lebih terbuka lagi dalam membangun mitra dan kerjasama dalam mewujudkan visi misi gereja KIBAID ? ataukah ada yang lain? Tentunya pertanyaan ini tidak ditujukan hanya kepada pejabat gerejawi atau pejabat organisasi karena semper reformanda itu harusnya menjadi spirit setiap orang percaya. Pesta Sidang Raya PGI yang ke-18 merupakan pesta rohani yang telah melibatkan seluruh warga KIBAID dalam mendoakan dan mengambil bagian dalam hal memberikan rupiahnya sesuai arahan dari Pengurus Sinode. Semoga ke depannya kehadiran Gereja KIBAID akan lebih lagi dalam mengefektifkan kehadirannya sebagai Gereja Injili untuk memberikan semangat kebersamaan dan semangat oikumene demi Injil Kerajaan Allah.

Semoga semangat semper reformanda akan menemani perjalanan Gereja-Nya baik sebagai Lembaga maupun sebagai individu agar API INJIL akan terus menyala demi jiwa-jiwa yang perlu dilayani, diteguhkan dan dipersembahkan kepada Kristus yang adalah Kepala Gereja. Selamat Bersidang bagi yang memiliki undangan. Selamat berkarya bagi Panitia sidang Raya PGI yang Ke-18. Selamat berdoa bagi yang mengetahui sidang ini. Semoga semua dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan keputusan yang baik untuk kemajuan gereja demi memberkati Indonesia dan Dunia. Amen

 

 

 

Tuesday, 8 October 2024

Wednesday, 28 August 2024

56 Tahun PKM KIBAID : Terimakasih Sudah Berjalan Bersama Kami

 


Membahas orang muda dalam gereja tidak akan pernah habis-habisnya. Saking mumetnya kadang-kadang tidak sedikit orang capek juga membahas kaum muda karena berbagai dinamika dan karakternya yang tidak mudah dipahami.  Namun bukan bahwa membicarakan kaum muda menjadi jalan sunyi dan sepi peminatnya. Banyak petinggi-petinggi dunia tidak mau ketinggalan juga membahas tentang kelompok kaum muda ini yang konon di tahun ini menguasasi sekitar 60% penduduk dunia. 

Sebut saja salah satu di antara petinggi dunia adalah Paus Fransiskus, yang adalah pemimpin tertinggi gereja Katolik yang tahun ini akan memasuki usianya yang ke-88,  tidak mau ketinggalan membicarakan tentang kelompok kaum muda.  Nasehat Paus Fransiskus pada World Youth Day 2016 di Polandia mengatakan bahwa  “orang muda harus memiliki hati yang terbuka, mempraktekkan kasih dan mempromosikan perdamaian bagi dunia”. Pada World Day 2023 di Portugal ia kembali memberikan pesan dan menginspirasi anak muda untuk “berani mengambil langkah-langkah besar dalam hidupnya dan memberikan dampak bagi lingkungan” .  Lanjut ia mengatakan bahwa melihat masa muda sebagai masa kini dan masa depan.  Kemungkinan besar kunjungannya ke Indonesia pada Tanggal 3-6 september 2024 akan menyinggung juga tentang kaum muda yang terus bergerak, berinovasi dan menyatakan karyanya kepada dunia.

Perjalanan kaum muda dalam lingkup Gereja KIBAID, baik itu secara lokal, klasis, ataupun sinode merupakan perjalanan yang sudah sangat panjang dan bahkan tidak bisa lagi terhitung beribu langkah yang telah dilewati.  Perjalanan yang kadang menguras tenaga dan pikiran tetapi di waktu yang bersamaan memberikan kebahagiaan dan sumber semangat untuk menapaki hidup dan pelayanan. 

Mungkin ada yang bertanya, khususnya mereka yang memberikan hidup mereka terhisap dalam pelayanan kaum muda : sampai kapan perjalanan yang melelahkan ini akan berakhir ? bagaimana tidak karena perjalanan itu telah melewati ribuan bahkan jutaan langkah yang sudah dilalui bersama, tidak terhitung bahagia, sedih, marah, kecewa, derita, air mata, harapan, dan sejuta kenangan yang menyertainya.

Namun terima kasih bagi mereka yang sudah menemani kami mengarungi derap-derap langkah. Masing-masing punya cara dalam memberikan perhatian: ada yang mencibir, mengkritik, mencela, mengejek, mendoakan, mendorong, memotivasi. Tetapi itu semua dibutuhkan untuk menguatkan otot-otot dalam menempuh perjalanan yang mungkin akan jauh lebih berat dan dinamis ke depannya.

Berjalan bersama kami artinya tidak mengambil jarak/spasi atau hanya memposisikan sebagai seorang guru yang memberikan petunjuk dan ajaran-ajaran.  Bukan berarti kami membenci ajaran dan petunjuk, namun jauh lebih powerfull ketika jarak di antara kita tidak terlalu jauh sehingga ketika kami membtuhkan, saudara-saudara ada bersama kami.  Berjalan bersama kami berarti mencoba mengerti dan memahami dan mengalami langsung segala keresahan, kegelisahan, dan rintihan kami tanpa lebih dahulu memberikan penghakiman.

Terima kasih telah menempatkan kami tidak hanya sebatas objek yang dijadikan “proyek” untuk bisa dimanfaatkan, tetapi menempatkan kami sebagai subjek dari berbagai kegiatan dan kegerakan yang terjadi untuk berkarya bersama. Tidak menjadikan kami sebagai penonton yang hanya bisa menikmati dan tidak diajak diskusi dan mengeksekusi berbagai kebijakan-kebijakan yang strategis mulai dari hal yang sederhan sampai yang komplkes sekalipun.  

Terimakasih kasih sudah mendorong kami berani mengambil keputusan dengan segala resiko-resiko yang terjadi agar kami bisa memahami apa arti dari sebuah kemandirian dan kedewasaan dalam bertindak.

Tahun ini kami akan terus bergerak, berjalan, dan bahkan berlari sambil membagikan iman dan perbuatan yang selama ini kami dapatkan melalui persekutuan di gereja dan keluarga.  Doakan dan dukunglah kami terus supaya jalan-jalan hidup kami selalu diterangi oleh firman dan keputusan-keputusan hidup kita dalam bingkai nilai-nilai kerajaan Allah.  

Harapan dan doa kami seiring generasi berganti generasi,  semoga tidak akan habis orang-orang yang Tuhan utus untuk berjalan bersama dengan kami dalam membagikan Iman yang telah kami dapatkan di dalam Kristus Yesus sampai pada waktunya Tuhan mengatakan “waktumu sudah selesai dan tibalah saatnya engkau akan menerima mahkota yang telah disiapkan bagi kamu” (Yakobus 1:12). Amen.  (By: Pdt. Jaffray sandang-Koordinator Bidang Kerohanian Biro PKM)

Tuesday, 9 July 2024

Refleksi 2 tahun perjalanan Pelayanan KIBAID Klasis Makassar Timur

                                         Kehadiran-NYA adalah kekuatan kita

 Kel. 33: 14 Lalu Ia berfirman: “Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu”

 

Dalam suasana Lebaran, tentunya hal yang paling dirindukan oleh saudara saudara kita di seberang adalah silaturahmi, di mana salah satu dimensi yang paling kuat dalam silaturahmi adalah kehadiran keluarga atau sahabat-sahabat dalam merayakan Lebaran.  Sama halnya juga dalam banyak komunitas-komunitas, kehadiran setiap anggota tidak bisa dilihat sebelah mata dan bahkan itu sudah menjadi hal yang mutlak.  Bisa dibayangkan apabila sebuah kelompok kerukunan keluarga  yang sudah berjalan sekian lamanya tetapi tanpa dihadiri oleh setiap anggotanya ketika mengadakan perkumpulan pasti akan mendapatkan kritikan dan ujian tersendiri.  Sehingga kehadiran adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari dalam setiap komunitas.

 

Perjalanan Bangsa Israel menuju ke Tanah Kanaan yang digambarkan dalam Kitab keluaran memberikan kesan tersendiri mengenai sebuah “kehadiran”.  Kehadiran Tuhan dalam perjalanan bangsa Israel tidak selalu dihayati sebagai sesuatu yang baik dan menjanjikan.  Memang kehadiran Tuhan kadangkala disalah mengerrti oleh mereka, seolah-olah kehadiran Tuhan diidentikkan ketika semua berjalan dengan mulus dan sesuai dengan harapan, barulah dipahami bahwa itulah Kehadiran Tuhan yang sejati, tetapi ketika semuanya berjalan tidak mulus dan penuh liku-liku, kehadiran Tuhan akan dipertanyakan.  Apalagi ketika mereka mendapatkan malapetaka akibat dosa yang mereka perbuat maka kehadiran Tuhan bisa dilihat sebagai sesuatu yang negatif.

 

Musa bersama dengan Bangsa Israel dalam banyak kesempatan tidaklah mudah untuk menghayati apa dan bagaimana kehadiran Tuhan dalam perjalanan hidup mereka.  Namun bukan berarti bahwa Tuhan tinggal diam dan tidak berbuat apa-apa di saat bangsa itu mengalami kebingungan. Seperti dalam Konteks Keluaran Pasal 33, memberikan sebuah gambaran kehadiran Tuhan yang marah kepada bangsa Isarel tetapi di waktu yang bersamaan gambaran kehadiran Tuhan juga menyatakan kesetiaan dan kasih karunia-Nya kepada mereka.  Sehingga dalam konteks itulah Musa dan Bangsa Israel tidak berani melangkah jikalau kehadiran Tuhan belum “clear”. Musa tidak mau mengambil resiko untuk melanjutkan perjalalanan jikalau kehadiran Tuhan masih samar-samar dan tidak terlalu jelas. Makanya dia bertanya kepada Tuhan “beritahukanlah kiranya jalan-Mu kepadaku...; jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini” ay.13,15.  Meskpiun tiang awan dan tiang api yang adalah simbol dan realita kehadiran Tuhan, namun dalam hal yang sangat detail mereka masih tetap membutuhkan kehadiran Tuhan dalam wujud arahan dan petunjuk.  Oleh sebab itu kata-kata Tuhan kepada Musa dalam ayat 14 cukup memberikan kesejukan, kesegaran dan pengharapan untuk berani melanjutkan perjalanannya.  Dalam terjemahan lain dikatakan “My presence will go with you, and I will give you rest.”

 

Sebagai umat kesayangan Tuhan yang telah ditebus dengan darah yang mahal, menghayati kehadiran Tuhan dalam kehidupan pribadi, keluarga dan komunitas tentulah tidak mudah.  Selalu mendapat ujian seiring berjalannya waktu, jatuh bangun kita mengimani apakah memang seperti ini wujud kehadiran Tuhan dan lain sebagainya.  Melalui kesempatan ini memasuki usia yang ke-2 pasca pemekaran klasis Makassar Timur untuk terus melihat kehadiran Tuhan sebagai sesuatu yang sangat penting dan kita butuhkan setiap saat.  Kehadiran Allah menjadi point penting yang tidak akan mungkin bisa tergantikan dengan yang lain. Kehadiran Allah akan membuat kita “rest” sehingga kita tidak kehabisan energi untuk melanjutkan perjalanan pelayanan sampai Tuhan memanggil kita pulang ke rumah Bapa di surga.  Semoga pola kehadiran Allah yang Dia nyatakan kepada gereja-Nya akan senantiasa terlihat juga dalam praksis Pelayanan kita di Klasis Makassar Timur.  Makassar, Maros, Pangkep dan wilayah-wilayah lainnya menantikan kehadiran INJIL dan gereja untuk bisa memberikan dampak yang berguna. Kehadiran gereja lokal menjadi sebuah keniscayaan untuk terus membangun silaturahmi dan membangun saling keterikatan satu sama lain demi kokohnya persekutuan di dalam Kristus.

 

Selamat mensyukuri kehadiran TUHAN dalam perjalanan pelayanan di Klasis Makassar Timur, biarlah setiap kita dalam menjalani hidup dan pelayanan, senantiasa merindukan kehadiran-Nya yang memberikan kekuatan untuk terus melangkah demi mewujudkan Jemaat yang Misioner.

 

Dirgahayu Klasis Makassar Timur yang Ke-2 tahun

Selamat Paskah 2023, Selamat Menikmati kehadiran TUHAN dari hari ke hari. TUHAN Memberkati