DOA DAN
HARAPAN
Matius
26:39
“Maka Ia
maju sedikit, lalu sujud dan berdoa kata-Nya :Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya
mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Ku
kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”
Kadangkala dalam kesendirian membuat kita
lebih perhatian dengan sesuatu, minimal di sana kita belajar mendengarkan apa
yang masuk ke dalam hati, pikiran dan perasaan kita. Namun dalam kesendirian
tidak bisa juga dipisahkan dengan bercakap-cakap, entah itu dengan diri sendiri
atau kepada TUHAN. Dalam percakapan itu apa yang kita dengar dapat
dipertanyakan, dikembangkan, dibuat lebih spesifik dan bisa dibuat lebih
aplikatif sesuai dengan situasi kita. Inilah doa yang mencari terang yang lebih
besar, doa yang terus menerus mencari apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam
dirinya. Henri Nouwen mengatakan bahwa “Doa
adalah ekspresi dari sebuah pengharapan”. Doa yang mencari adalah doa yang
penuh harapan.
Seminggu lagi, tepatnya Tgl. 10 April
2020 kita akan memperingati hari Jumat
Agung, kematian Yesus Kristus di Bukit Golgota. Doa di Taman Getsemani
mengingatkan kita kembali sebuah pergumulan yang tidak mudah bagi Yesus yang
sebentar lagi menuju perjalanan Salib. Namun doa yang dipanjatkan bukanlah doa
kekalahan, pasrah dan bingung mau lakukan apa. Tetapi itu merupakan sebuah doa
pengharapan supaya melalui kehidupan doa-Nya, timbul sebuah pencarian akan
pengharapan yang besar untuk misi Bapa-Nya yang akan digenapi melalui Diri-Nya.
Doa ini tidak mengharapkan Tuhan ikut campur tangan dan mengubah kedaan secara
ajaib; harapannya sangat berbeda.
Harapan-Nya adalah mendapat pengertian apa yang ada di hati Bapa-Nya,
mencoba memahami tujuan Bapa-Nya dan mencoba memahami apa yang Bapa pedulikan
dalam menggenapi kehendak-Nya. Doa yang
kelihatannya hanya fokus kepada diri sendiri, tetapi sesungguhnya tidaklah
demikian, tetapi ada sebuah narasi besar yang ada di hati Yesus yaitu
keselamatan umat manusia dari dosa-dosa mereka.
Kiranya
doa Getsemani akan terus berkobar dalam diri kita sebagai anak muda untuk
menyalakan PENGHARAPAN bagi dunia yang penuh dengan keterbatasan dan
kegalauan. Dari HARAPANlah kita
menemukan banyak makna hidup, karena bahaya yang paling besar dibanding dengan
derita raga adalah HILANGNYA HARAPAN. Orang yang kehilangan harapan kadangkala
seringkali bersikap ceroboh, tidak peduli, dan bahkan bengis sehingga dapat
memperparah keadaan. Oleh sebab itu marilah kita berkata seperti pemazmur 42:
12 : “Mengapa engkau tertekan hai jiwaku,
dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku
bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” Amen